
Oleh: Dahlan Iskan
Ditemukan: ada asing bermain di balik kerusuhan dan bakar-bakar di Indonesia Jumat lalu.
Ditemukan: pola gerakan yang sama di setiap kerusuhan dan pembakaran. Ada komando berbentuk tanda-tanda untuk dimulainya kerusuhan. Tanda-tanda itu berupa kembang api dan mercon.
Ditemukan: telah dikembangkannya ”kebenaran baru” di medsos. Yakni penggabungan dua kebenaran menjadi satu ”kebenaran baru”.
Benar, ada joget-joget di ruang sidang DPR/MPR. Itu fakta. Benar, tunjangan anggota DPR baru saja dinaikkan –ditambah tunjangan perumahan yang tiga juta kali 26 itu.
Dua kebenaran itu sebenarnya tidak ada hubungannya. Tapi kalau dirangkai dalam satu medsos bisa muncul ”kebenaran baru”: “anggota DPR/MPR joget-joget mensyukuri kenaikan tunjangan”.
Lantas diberi sedikit bumbu: di saat rakyat menderita akibat kenaikan pajak-pajak mereka joget-joget menikmati kenaikan gaji yang luar biasa besarnya.
”Kebenaran baru” itulah yang akhirnya dipercayai masyarakat sebagai kebenaran.
”Kebenaran baru” itu menggerakkan hati dan emosi di saat keadaan hamil tua.
Anda lebih tahu: heboh kenaikan pajak memang mendahului kerusuhan-pembakaran Jumat lalu. Khususnya Pajak Bumi Bangunan. Di hampir seluruh pemda di Indonesia.
Untuk membiayai pembangunan daerah harus lewat pungutan rakyat. Menderitanya sudah pasti, hasil pembangunannya belum pasti.
Rakyat sudah pasti keluar uang, rakyat belum pasti menikmati hasil pembangunan dari uang itu. Apalagi kalau hasil kenaikan pajak itu hanya habis untuk membiayai kunjungan kerja. Itulah yang bisa diibaratkan kejengkelan rakyat sudah hamil tua.
Begitu tahu ada keadaan hamil tua, seharusnya segera disiapkan dokter kebidanannya: agar kehamilan itu bisa melahirkan bayi secara normal. Kalau pun harus operasi sudah ada dokter yang akan melakukan kelahiran sesar dengan selamat.
Mungkin joget-joget membuat orang kurang peka: apakah ada yang lagi hamil tua di masyarakatnya.
Maka hamil tua kemarin itu akhirnya melahirkan bleeding yang parah di hari Jumat.
”Kebenaran baru” akan kian menjadi bagian hidup di zaman medsos. Ke depan akan kian seru. Misalnya, siapa saja yang joget-joget di DPR itu. Mereka akan di-profiling satu per satu di medsos. Akan dibuat ”kebenaran baru” berikutnya.
Padahal apa salahnya joget-joget? Bukankah acara sidangnya sudah selesai? Bukankah yang joget itu jiwanya lebih rileks? Badannya lebih sehat? Apakah yang tidak joget hatinya lebih punya empati pada rakyat yang lagi menderita?
Yang salah adalah kenyataan: ekonomi lagi sulit, pajak lagi naik, dan yang joget itu tunjangannya lagi ditambah-tambah.
Ditemukan: anggota DPR membela diri, kenaikan tunjangan itu dikaitkan dengan penderitaan perjalanannyi yang macet ke arah gedung DPR.
Ditemukan: rakyat menyiasati kemacetan itu dengan cara rela berjejal naik KRL.
Itu juga dua kebenaran. Tanpa perlu digabung menjadi satu ”kebenaran baru” pun tetap kebenaran.
Dua kebenaran yang dirangkai dengan keculasan terbukti bisa membentuk ”kebenaran baru”. Dua kebenaran yang disandingkan tanpa perangkai pun terbukti tetap bisa menjadi kebenaran.
Ditemukannya tangan asing di kerusuhan Jumat lalu, semoga saja tidak sampai mengabaikan kebenaran yang asli yang dialami mereka yang memilih anggota DPR itu. (Dahlan Iskan)