
Walikota Malang, Wahyu Hidayat, menandatangani berita acara keputusan KUA-PPAS untuk APBD-P 2025. (Foto: Eka Nurcahyo/Malang Post)
MALANG POST – Dana transfer dari pusat ke Pemkot Malang untuk tahun 2026 terancam susut kurang lebih Rp 390 miliar. Selama ini Pemkot Malang menerima dana transfer dari pusat sebesar Rp 1,4 triliun.
Namun, adanya efisiensi APBN, maka dana transfer dari pusat ke daerah dikurangi. Besarannya kurang lebih 30 persen. “Hal ini tentu akan membuat sulit dan pusing Pemkot Malang dalam menyusun APBD 2026,” ujar seorang anggota DPRD Kota Malang, Selasa (2/9/2025).
Walikota Malang, Wahyu Hidayat, tak menampilk hal ini saat dikonfirmasi di Gedung DPRD Kota Malang. Menurut Wahyu, terkait kondisi itu, Pemkot Malang tentu akan melakukan penyesuaian dalam penyusunan APBD 2026.
Wahyu menegaskan pihaknya tetap akan mengedepankan program prioritas daerah, meskipun sebagian dana dialihkan untuk mendukung program strategis nasional (PSN).
“Kita akan memilah dan memilih. Karena dana transfer ini kan juga dialihkan untuk program strategis nasional. Kami juga memiliki program prioritas yang tentu harus mendapat persetujuan DPRD,” ujar Wahyu.
Sementara sorotan terkait tingginya belanja pegawai dalam Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) untuk Rancangan APBD Perubahan (APBD-P) 2025 Kota Malang juga dijawab langsung oleh Wahyu. Menurut Wahyu, belanja pegawai yang meningkat salah satunya karena kewajiban pemerintah daerah menganggarkan kebutuhan bagi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) baru.
“Nanti akan kami sampaikan detailnya pada APBD Perubahan 2025. Salah satu alasannya memang kewajiban menganggarkan PPPK baru, dan itu masuk di APBD Perubahan,” jelasnya.

Ketua DPRD Kota Malang, Amithya Ratnanggani S, meneken berita acara keputusan KUA-PPAS untuk APBD-P 2025. (Foto: Eka Nurcahyo/Malang Post)
Soal tingginya belanja pegawai di Pemkot Malang itu jadi sorotan Ketua Fraksi NasDem-Partai Solidaritas Indonesia (PSI) DPRD Kota Malang, Dito Arief Nurakhmadi. Menurutnya, perencanaan penganggaran belanja pegawai itu tidak cermat.
Semestinya untuk belanja pegawai ini sudah dapat dihitung dengan cermat. Karena, total pegawai pemkot sudah jelas. Besaran gaji, tunjangan kinerja (tukin) dan lainnya juga ada patokannya yang jelas.
Informasinya, alokasi belanja pegawai di Kota Malang mencapai 37 persen. Atau kurang lebih sebesar Rp 900 miliar. Angka itu terbilang tinggi dari postur APBD Kota Malang sebesar Rp 2,4 triliun.
Mandatory spending alokasi belanja pegawai sebesar 30 persen jadi sebuah kewajiban untuk diterapkan pada 2027 mendatang. Sehingga, masih ada waktu bagi Kota Malang untuk dapat menyesuaikan.
Ketua DPRD Kota Malang, Amithya Ratnanggani Sirraduhita, menyatakan bahwa pihak legislatif segera membahas RAPBD 2026 melalui serangkaian tahapan. Mulai dari penyampaian nota keuangan hingga rapat kerja dengan eksekutif.
Menurut Amithya, penyesuaian anggaran daerah memang perlu dilakukan untuk mendukung program-program strategis nasional, meski porsinya terbatas. “Kita harus menunjang PSN sehingga perlu ada penyesuaian. Tidak banyak, hanya bersifat pendukung saja. Namun yang lebih penting adalah bagaimana pemerintah daerah memperbanyak sosialisasi agar masyarakat tidak bingung,” ujar Amithya.
Ia mencontohkan, sejumlah program nasional seperti kesehatan gratis, pembangunan rumah, maupun program kesejahteraan lain seperti UHC dan DTSEN masih kurang dipahami masyarakat. “Ketika kami berkeliling masih banyak warga yang bingung. Maka sosialisasi ini penting agar program benar-benar dirasakan manfaatnya,” jelas Amithya.(Eka Nurcahyo)