
Dr. Ahmad Imron Rozuli, SE., M.Si., Dekan Fisip UB (Tengah pake udeng). (Foto: Istimewa)
MALANG POST – Sosiolog Universitas Brawijaya (UB), Dr. Ahmad Imron Rozuli, SE., M.Si., menyoroti eskalasi gerakan massa belakangan ini. Ia mengimbau masyarakat agar tidak mudah percaya pada informasi yang berseliweran di media sosial dan waspada terhadap pihak-pihak yang sengaja memprovokasi untuk menciptakan kekacauan (chaos).
Menurut Imron, gelombang demonstrasi yang masif dipicu oleh beberapa faktor awal yang memantik keresahan publik. Kebijakan seperti kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta wacana anggaran untuk anggota dewan menciptakan persepsi paradoks di tengah tuntutan efisiensi anggaran daerah.
“Masyarakat membuat penafsiran sendiri terhadap apa yang dilakukan pemerintah. Ditambah lagi dengan isu-isu sensitif, ini menjadi letupan awal,” ujar Imron, yang juga Dekan terpilih Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) periode 2025–2030.
Lebih lanjut, sosiolog yang akrab disapa Imron ini menegaskan bahwa keresahan murni dari masyarakat tersebut rawan dimanfaatkan oleh aktor-aktor yang tidak bertanggung jawab. Ia melihat adanya skenario sistematis yang menunggangi gerakan massa untuk tujuan menciptakan kekacauan.
Ia mencontohkan beberapa aksi anarkis seperti pembakaran pos polisi dan fasilitas umum di berbagai kota besar pasca-demonstrasi mahasiswa. Menurutnya, tindakan ini kontraproduktif dengan tujuan awal gerakan.
“Setelah mahasiswa demo, malamnya terjadi eskalasi yang mengarah pada perusakan aset negara. Ini seolah-olah ada skenario chaos yang dibuat. Justru ada pihak-pihak yang memanfaatkan momentum untuk melakukan provokasi yang menjadi sangat kontraproduktif,” tegasnya.
Dr. Imron menyoroti bahaya terbesar dalam situasi saat ini, yaitu penyebaran informasi yang tidak terkendali di media sosial. Berita bohong (hoax) dan narasi provokatif dapat dengan cepat menyebar, menimbulkan kegelisahan, ketidaktenangan, dan ketakutan di tengah masyarakat.
“Informasi seperti ‘hati-hati ada sniper’ dan sejenisnya sangat rentan membuat kondisi semakin kacau. Situasi ini mungkin memang yang diharapkan oleh pihak tertentu,” kataya.
Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya kehadiran negara untuk menenangkan situasi. Menurutnya, pemerintah melalui instrumennya harus segera memberikan pernyataan resmi, mengantisipasi pergerakan massa dengan data intelijen, dan yang terpenting, menghindari tindakan represif yang justru dapat memperburuk keadaan.
Sebagai akademisi dan dekan, Imron Rozuli berpesan khusus kepada mahasiswa dan elemen gerakan lainnya untuk lebih jeli membaca situasi. Ia berharap gerakan tetap fokus pada substansi isu yang diperjuangkan dan tidak mudah tersulut provokasi.
“Teman-teman mahasiswa harus paham situasi, jangan sampai gerakan ditumpangi. Sebelum aksi, perlu ada manajemen yang matang agar tidak mudah terprovokasi. Esensi gerakan mahasiswa adalah gerakan damai,” pesannya.
Ia juga menambahkan bahwa pihak kampus UB telah mengimbau seluruh sivitas akademika, baik dosen maupun mahasiswa, untuk tidak menyebarkan isu yang belum teruji kebenarannya dan menjaga kondusivitas proses belajar mengajar, salah satunya dengan opsi pembelajaran hybrid jika situasi dianggap darurat.
“Yang terpenting adalah memberi asupan informasi yang benar kepada adik-adik mahasiswa agar tidak terprovokasi dan tetap menjaga barisan gerakan supaya tetap kondusif,” pungkasnya. (M Abd Rahman Rozzi-Januar Triwahyudi)