
MALANG POST – Dentuman sound horeg yang kerap jadi sorotan publik terus dicarikan solusi. Pemkot Batu bersama jajaran Forkopimda, tokoh agama, hingga seniman duduk bareng merumuskan langkah. Rapat koordinasi (rakor) itu digelar di Ruang Rapat Utama Balai Kota Among Tani, Senin (25/8/2025).
Dalam rakor itu, semua pihak paham, persoalan sound system bukan sekadar urusan teknis, melainkan juga menyangkut kenyamanan warga, ketertiban umum, hingga ruang berekspresi masyarakat.
Rakor dipimpin Wakil Wali Kota Batu Heli Suyanto bersama Kapolres Batu AKBP Andi Yudha Pranata. Hadir pula perwakilan Kodim 0818 Malang-Batu, Kejaksaan Negeri Kota Batu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Batu, Dewan Kesenian, camat, lurah, hingga kepala desa se-Kota Batu.
“Pemkot Batu hadir sebagai penengah. Kita tidak ingin ada pihak yang dirugikan. Kegiatan masyarakat tetap boleh berlangsung, tetapi harus ada aturan main yang jelas dan disepakati bersama,” tegas Heli, Senin (25/8/2025).
Langkah yang diambil Pemkot Batu ini bukan pelarangan. Kegiatan budaya, pawai, hingga konser tetap boleh berjalan. Namun ada rambu-rambu yang harus dipatuhi.
Dalam draft aturan yang sedang dimatangkan, tingkat kebisingan ditetapkan maksimal 120 dB untuk konser musik, sementara untuk pawai dan karnaval dibatasi 80–85 dB. Jumlah subwoofer juga dibatasi hanya 5–6 unit dengan kendaraan pengangkut setara L300 yang wajib lolos uji KIR.
Jam kegiatan pun dipatok keras, hanya sampai pukul 22.00 WIB tanpa toleransi tambahan waktu. Panitia wajib mengajukan izin keramaian ke Polres, menyiapkan personel keamanan dan bertanggung jawab penuh atas dampak kegiatan.
Tak hanya itu, aturan juga memuat larangan tegas, anak-anak tidak boleh dilibatkan agar terhindar dari eksploitasi, tidak boleh ada pornografi, narkoba, miras, maupun saweran yang dianggap merendahkan martabat.
Meski ketat, forum rakor sepakat agar regulasi tak sampai mematikan seni tradisi. Dewan Kesenian Kota Batu menekankan pentingnya menjaga ruang bagi bantengan maupun gamelan.

SOUND HOREG: Pemkot Batu bersama Polres Batu dan jajaran Forkopimda saat melakukan rakor lanjutan membahas aturan main sound horeg. (Foto: Ananto Wibowo/Malang Post)
Heli Suyanto menambahkan, agenda budaya seperti selamatan desa atau karnaval perlu masuk ke kalender pariwisata. “Dengan begitu, aturan yang lahir tidak hanya menertibkan, tapi juga memberi arah pengembangan wisata budaya Kota Batu,” katanya.
Heli menegaskan, Pemkot Batu ingin menjaga keseimbangan antara ketertiban dan ruang ekspresi. “Kegiatan seni dan budaya tetap berjalan, tapi harus tertib. Justru dengan regulasi ini, kegiatan budaya bisa lebih terarah dan jadi bagian dari penguatan pariwisata Kota Batu,” jelasnya.
MUI Kota Batu juga mengingatkan bahwa aturan harus berbasis kearifan lokal. “Aturan yang lahir nanti jangan hanya soal teknis, tapi juga tetap dalam koridor moral dan etika,” ujar Ketua MUI Kota Batu, KH Abdullah Thohir.
Kapolres Batu AKBP Andi Yudha Pranata menegaskan, kepolisian siap memperketat penerbitan izin keramaian. “Mulai sekarang, izin akan lebih selektif. Kalau ada indikasi pelanggaran, izin tidak akan keluar. Bahkan bisa dibahas lebih dari sekali sebelum benar-benar diterbitkan,” tegasnya.
Andi menambahkan, asesmen teknis soal dimensi perangkat sound, ambang batas desibel, hingga jam operasional sudah disiapkan sebagai dasar aturan.
“Ini bukan sekadar membatasi, tapi memberi ruang agar kegiatan masyarakat tetap bisa jalan dengan tertib, aman, dan bermanfaat,” tambahnya.
Menurutnya, regulasi ini diharapkan tidak hanya memberi hiburan, tapi juga manfaat sosial dan ekonomi bagi warga Kota Batu. “Kami ingin modul kepanitiaan ke depan bisa menyejahterakan masyarakat. Jadi bukan sekadar pesta, tapi ada dampak positif yang dirasakan warga,” katanya.
Sebagai tindak lanjut, dibentuk tim kecil untuk memfinalisasi SE Wali Kota Batu. Aturan itu nantinya menjadi pegangan bersama pemerintah, aparat, masyarakat, hingga penyelenggara kegiatan.
Rakor yang berlangsung konstruktif itu melahirkan optimisme. Semua pihak memberi masukan demi penyempurnaan aturan. Harapannya, keberadaan SE mampu menekan konflik sosial akibat kebisingan, menjaga kenyamanan warga, sekaligus tetap mendukung kegiatan seni budaya dan hiburan masyarakat.
Dengan regulasi yang jelas, Kota Batu berharap bisa menemukan titik temu, kegiatan masyarakat tetap hidup, tradisi tetap terjaga, tapi warga juga nyaman. (Ananto Wibowo)