
MALANG POST – Dentuman bass dari sound system bervolume tinggi yang kerap jadi primadona di karnaval atau hajatan, sudah lama memicu pro dan kontra di tengah masyarakat Kota Batu. Sebagian menganggapnya seru dan membangkitkan semangat pesta, tapi banyak pula yang merasa terganggu, apalagi jika dimainkan hingga larut malam.
Fenomena ini akhirnya jadi pembahasan serius di Balai Kota Among Tani. Pemkot Batu menggelar Rapat Koordinasi (Rakor) khusus bersama jajaran Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) untuk merumuskan aturan main yang jelas.
Rakor itu dipimpin Wali Kota Batu Nurochman bersama Kapolres Batu AKBP Andi Yudha Pranata, Kepala Kejaksaan Negeri Batu, Ketua MUI Kota Batu, Kepala Satpol PP dan beberapa instansi terkait.
“Fenomena ini sudah jadi isu luar biasa. Ada yang pro, ada yang kontra. Yang pro biasanya aktif di kepanitiaan dan mendukung pendanaan. Yang kontra sering memilih diam. Kalau dibiarkan, bisa memicu polarisasi sosial di tingkat desa dan kelurahan,” kata Cak Nur, Jumat (15/8/2025).
Ia menyampaikan, fenomena sound horeg sudah menjadi isu yang luar biasa di masyarakat. Karena itu, ia berterima kasih atas langkah tegas yang dilakukan Kapolres Batu dan jajaran.
“Meski begitu, pemerintah daerah memerlukan pijakan hukum yang kuat dan rujukan teknis yang jelas untuk mengambil kebijakan, mengingat persepsi dan penerimaan masyarakat di setiap wilayah berbeda-beda. Ada yang menerima, ada pula yang keberatan,” ujarnya.

SOUND HOREG: Wali Kota Batu, Nurochman bersama Kapolres Batu, AKBP Andi Yudha Pranata saat memimpin rakor lintas instansi untuk mengatur sound horeg. (Foto: Ananto Wibowo/Malang Post)
Opsi yang dibahas antara lain pembuatan Peraturan Daerah (Perda) atau Surat Keputusan Bersama (SKB) yang mengatur batas penggunaan sound system di ruang publik.
Pemkot Batu berencana akan membentuk tim khusus beranggotakan unsur pemda, kepolisian, TNI, kejaksaan, tokoh agama, tokoh budaya dan tenaga kesehatan. Tim ini akan merumuskan rujukan teknis, mekanisme perizinan dan sistem pengawasan di lapangan.
“Konfigurasinya harus jelas, rujukan teknisnya tegas. Hiburan tetap ada, tapi tertib, aman dan sehat. Kita ingin solusi yang membawa kesejukan bagi Kota Batu,” tuturnya.
Dengan langkah ini, diharapkan pesta rakyat tetap bisa meriah, musik tetap bisa mengajak bergoyang, tapi tetangga tidak sampai goyang, karena dentuman bass yang kelewat batas.
Sementara, Kapolres Andi memaparkan, hasil asesmen teknis yang sudah dilakukan. Yakni pembatasan dimensi sound system, pengaturan batas desibel dan penetapan jam tayang.
“Mulai sekarang, izin keramaian akan lebih selektif. Kalau ada indikasi pelanggaran penggunaan sound system, izin tidak akan keluar. Proses rakor bahkan bisa dilakukan lebih dari sekali sebelum izin diberikan,’ tegasnya.
Ia menegaskan, penilaian kegiatan akan dilihat dari semua sisi. Mulai dari keamanan fisik, keamanan lingkungan dan kenyamanan masyarakat. “Kalau karnavalnya rapi, wisatawan senang. Kalau berantakan bisa bikin mereka kapok,” tambahnya.
Ketua MUI Kota Batu, KH Abdullah Thohir mengingatkan, bahwa MUI Jawa Timur sudah mengeluarkan fatwa soal sound horeg setelah kajian mendalam. Pertimbangannya mencakup aspek sosial, kesehatan dan syiar agama.
“Laporan medis menunjukkan kebisingan ekstrem bisa menyebabkan gangguan pendengaran permanen. Ini bukan sekadar soal ketertiban, tapi juga soal kesehatan masyarakat,” tutupnya. (Ananto Wibowo)