
MALANG POST- Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Brawijaya, Ahmad Imron Rozuli, menegaskan komitmen fakultasnya. Bahwa akan memperkuat harmoni Indonesia melalui kolaborasi dan interkoneksi. Terutama di wilayah Indonesia Timur, sambil menegaskan pentingnya inklusivitas dalam pendidikan.
Hal tersebut disampaikan dalam saat Pengenalan Kehidupan Kampus bagi 1386 Mahasiswa Baru (PKKMB) mulai 14-15 Agustus 2025. Dalam wacana visi-misi FISIP UB, Rozuli menekankan bahwa harmoni Indonesia menjadi momen yang tepat untuk memperkuat afirmasi pendidikan di bumi Papua.
“Harmoni Indonesia itu momennya pas di kemerdekaan kita. Ini hadir Timotius, dari Papua, asli Jayapura. Sehingga salah satu yang jadi cerminan adalah kita ingin memperkuat afirmasi pendidikan di Papua,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa upaya tersebut sekaligus menjadi upaya menjaga kebhinekaan dan keberagaman. Sehingga FISIP UB bisa menjadi mercusuar yang mendorong arah kebhinekaan bangsa.
Dekan juga menyatakan fokus pada Indonesia bagian Timur dengan harapan adanya afirmasi mahasiswa dari wilayah timur. Tujuannya adalah mengupayakan kesetaraan kualitas pendidikan, fasilitas sarana-prasarana, dan kesempatan yang seimbang.
“Kami bukan hanya rekrut mahasiswanya, tetapi juga ekspansi untuk saling belajar,” lanjut Rozuli.
Contoh konkret yang disorot adalah kerja sama dengan wilayah Papua Selatan, Merauke dan Universitas Musamus. Guna meningkatkan kapasitas sumber daya manusia serta fasilitas yang dapat didorong melalui kolaborasi lintas institusi. Rozuli mengungkapkan bahwa fokus Indonesia Timur juga didasari data jumlah mahasiswa FISIP UB.
“Sampai hari ini, 22,5 persen mahasiswa kami berasal dari Timur. Harapannya, wilayah timur menjadi arena bersama yang kuat,” tegasnya.
Ia menegaskan komitmen untuk meningkatkan inklusivitas sebagai satu pilar bersama dalam rangka mewujudkan satu Indonesia, satu Brawijaya dan satu FISIP. Terkait keistimewaan mahasiswa Timur, Rozuli mengatakan belum ada program khusus yang membedakan secara signifikan.
“Kami sudah dihubungi beberapa daerah dengan beasiswa pemerintah daerah. Namun jika ada kebutuhan yang perlu kita bantu, kita siap,” kata dia.
Tahun ini, kuota mahasiswa FISIP UB menunjukkan angka yang relatif stabil. Dari data, kuota tahun lalu berada di sekitar 1350-an, tahun ini sekitar 1386. Menariknya, proporsi mahasiswa laki-laki semakin menyusut, sementara jumlah mahasiswa perempuan hampir mencapai seribu. Hal ini, menurut Rozuli, menunjukkan upaya FISIP UB dalam memperkuat kesetaraan gender untuk mendorong akses yang lebih luas ke pendidikan tinggi.
Rozuli menutup dengan menekankan bahwa harmoni Indonesia bukan sekadar konsep, melainkan langkah konkret menuju kolaborasi nyata yang menguatkan keindonesiaan sekaligus menciptakan ruang bersama bagi seluruh bangsa, termasuk mereka yang berasal dari luar Indonesia.
Sementara itu, Timotius Gwijangge, mahasiswa Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Brawijaya, berbagi kisah inspiratif tentang motivasinya memilih FISIP UB dan tekadnya melayani masyarakat Papua kelak. Timotius mengungkapkan bahwa ia tertarik pada FISIP UB karena ingin merasakan kehangatan pendidikan yang selama ini ia rasakan kurang di daerah asalnya.
“Saya tidak merasa nyaman dengan zona nyaman lama. Saya ingin belajar di lingkungan yang mumbul, sekaligus merasakan pendidikan yang layak,” ujarnya. Ia memilih FISIP UB karena program studi Sosiologi yang menempatkan interaksi dengan masyarakat sebagai pusat pembelajaran.
Targetnya ke depan sangat jelas, bertahan di FISIP UB, menyelesaikan studi, dan lulus sebagai langkah awal untuk kemudian kembali ke Papua dan melayani masyarakat asalnya. “Saya berasal dari Papua, ada keluarga di sini, dan abang saya dulu juga kuliah di sini. Semoga kelak saya bisa kembali memberi manfaat bagi komunitas kami,” kata Timotius.
Kisah Timotius mencerminkan semangat para mahasiswa Timur Indonesia yang menempuh pendidikan di UB dengan tekad memperkuat hubungan antara daerah timur dan fasilitas pendidikan berkualitas. Selain membangun kapasitas diri, ia berharap studi Sosiologi bisa menjadi alat untuk memahami dinamika sosial di tanah kelahirannya dan membuka peluang bagi kemajuan komunitas. (M Abd Rachman Rozzi-Januar Triwahyudi)