
MALANG POST – Kota Batu tak ingin kehilangan identitas. Sebagai daerah wisata unggulan nasional, kota berjuluk ‘De Kleine Zwitserland’ ini tengah menyiapkan langkah strategis untuk menegaskan karakter visualnya.
Salah satunya lewat pembangunan gapura khas yang menggambarkan wajah Kota Batu sebagai kota wisata, kota agropolitan, sekaligus pusat budaya dan seni lokal. Program ini digagas oleh Kepala Daerah Kota Batu dan kini mulai direalisasikan lewat sayembara desain gapura.
Kegiatan ini digeber oleh Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Disperkim) Kota Batu dan terbuka bagi masyarakat luas, mulai dari arsitek, desainer, seniman, hingga pelaku kreatif di seluruh Indonesia.
Kepala Disperkim Kota Batu, Arief As Siddiq menegaskan, gapura bukan hanya sekadar penanda batas wilayah. Lebih dari itu, gapura adalah wajah kota, simbol penyambutan, ekspresi estetika dan cerminan nilai-nilai budaya lokal.
“Konsep desain gapura ini digali dari kearifan lokal, dari produk pertanian, perkebunan dan budaya yang berkembang di Kota Batu. Harapannya, gapura ini bisa menjadi identitas sekaligus ikon baru bagi Kota Batu,” ujar Arief, Kamis (31/7/2025).
Saat ini, diakui Arief, Kota Batu belum memiliki karakter visual yang khas. Padahal, sebagai kota wisata yang terus tumbuh, kebutuhan akan identitas visual menjadi krusial. Maka dari itu, gapura didesain bukan hanya untuk fungsi struktural, tetapi juga untuk memperkuat daya tarik pariwisata.
Sayembara ini jadi ruang terbuka bagi siapa pun yang ingin berkontribusi membangun wajah Kota Batu. Tak hanya profesional, masyarakat umum, pelajar dan generasi muda juga diajak berpartisipasi. Setiap peserta hanya diperbolehkan mengirim satu karya, baik individu maupun tim (maksimal tiga orang per tim).

Kepala Disperkim Kota Batu, Arief As Siddiq. (Foto: Ananto Wibowo/Malang Post)
Tujuan utama lomba ini adalah menjaring gagasan-gagasan segar yang inovatif, estetis dan bernilai fungsional. Di sisi lain, Arief berharap kompetisi ini menjadi ajang eksplorasi kreativitas yang berdampak langsung pada visual kota.
“Kami ingin karya-karya yang lahir dari lomba ini tidak hanya indah secara visual, tetapi juga mempertimbangkan keberlanjutan lingkungan, nilai budaya, serta kekuatan konstruksi,” terang Arief.
Tak main-main, proses penilaian karya melibatkan juri lintas disiplin, mulai dari arsitek profesional, akademisi, budayawan, hingga pemerhati lingkungan. Penilaian akan mempertimbangkan aspek teknis, kreativitas, komposisi visual, penggunaan material ramah lingkungan, serta nilai keberlanjutan.
“Yang paling penting, karya harus orisinal, menarik, mudah dipahami dan tidak melanggar norma kesusilaan,” tambah Arief.
Bagi para pemenang, telah disiapkan total hadiah jutaan rupiah. Juara 1 akan diganjar Rp10 juta, juara 2 Rp3,5 juta dan juara 3 Rp1,5 juta. Lebih dari sekadar hadiah, desain terbaik akan dijadikan prototipe pembangunan fisik gapura secara nyata oleh Pemkot Batu.
Ke depan, gapura ini dirancang tidak hanya sebagai batas antarwilayah, tapi juga sebagai spot wisata ikonik yang layak difoto dan dibanggakan. Gapura akan mencerminkan semangat Kota Batu sebagai kota yang tumbuh dari kekayaan alam dan budayanya.
Dengan kata lain, gapura ini akan menjadi ‘salam selamat datang’ yang merepresentasikan seluruh nilai Kota Batu, yakni sejuk, ramah, agropolitan dan berbudaya.
Melalui lomba ini, Pemkot Batu ingin membuktikan bahwa pembangunan tak harus selalu dari atas. Justru dengan merangkul partisipasi masyarakat, wajah kota bisa dibentuk bersama.
“Ini bukan sekadar lomba, tapi ajakan untuk menciptakan masa depan visual Kota Batu yang membanggakan,” tutup Arief. (Ananto Wibowo)