
MALANG POST – Dugaan beredarnya beras oplosan dan tidak memenuhi standar mutu premium bikin gerah aparat. Sejumlah merek yang selama ini dengan percaya diri mejeng di rak-rak toko, akhirnya harus diturunkan. Setidaknya lima merek beras diminta tidak dijual sementara waktu.
Itu merupakan hasil dari inspeksi mendadak (sidak) yang dilakukan tim gabungan, Kamis (24/7/2025). Sidak dilakukan menyisir berbagai titik distributor beras di Kota Batu. Mulai dari Pasar Induk Among Tani, toko sembako, hingga jaringan ritel modern seperti Alfamart, Indomaret dan Hypermart.
Tim gabungan itu terdiri dari Satgas Pangan Polres Batu, Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Perindustrian dan Perdagangan (Diskumperindag) dan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (Distan KP) Kota Batu.
“Sidak ini bagian dari langkah antisipatif kami. Fokus utamanya adalah mencegah peredaran beras oplosan yang tidak memenuhi standar mutu premium sebagaimana ditetapkan pemerintah,” tegas Kasat Reskrim Polres Batu, Iptu Joko Suprianto.
Hasilnya, beberapa lokasi nihil temuan. Seperti di Pasar Induk Among Tani, toko-toko sembako di kawasan Jalan Dewi Sartika dan salah satu gerai Alfamart, tidak ditemukan beras mencurigakan.
Namun cerita berbeda muncul saat sidak menyasar Indomaret dan Hypermart. Di Indomaret, tim gabungan meminta pihak toko menarik sementara tiga sak beras merk Sania kemasan 5 kilogram. Alasannya, perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut terkait kesesuaian mutu beras dengan label premium yang tertera.
“Begitu juga di Hypermart. Kami minta agar beberapa merek beras ditarik dulu dari etalase dan tidak dijual,” terang Joko.
Berikut daftar merek yang dipinggirkan:Diantaranya adalah yakni beras merk Ayana Pandanwangi sebanyak 9 sak kemasan 5 kilogram, beras merk Topi Koki Long Grain Crystal sebanyak 10 sak kemasan 5 kilogram, beras merk sentra Ramos Hypermart sebanyak 15 sak kemasan 5 kilogram dan beras merk Sentra Ramos cap Topi Koki sebanyak 2 sak kemasan 20 kilogram.

TURUNKAN: Personel Gabungan saat menggelar sidak antisipasi beras oplosan dan tidak memenuhi mutu premium, hasilnya lima merk beras diturunkan dari etalase. (Foto: Ananto Wibowo/Malang Post)
Menurut dia, bukan soal penampilan luar saja. Meski kemasan terlihat rapi, lengkap dengan label dan klaim ‘beras premium’, belum tentu isi dalamnya setara. Bisa saja, isinya justru gabungan dari beras kualitas medium.
Yang jadi perhatian, harga miring tapi ngaku premium. “Masyarakat kami imbau untuk tetap waspada. Apabila ada temuan mencurigakan, silakan lapor ke hotline Satgas Pangan. Jangan tergoda harga murah, tapi kualitas meragukan,” imbuh Joko.
Sementara itu, Kabid Perdagangan Diskumperindag Kota Batu, Nurbianto Puji menambahkan, bahwa pengawasan di lapangan sejauh ini masih sebatas fisik dan label luar. Tapi untuk menguji benar tidaknya kualitas premium, tetap harus melalui uji laboratorium.
“Beras premium seharusnya bersih, minim menir, tidak berbau dan tentu tidak tercampur dengan beras lain. Tapi kadang, secara visual sangat sulit membedakan. Apalagi jika pengemasannya rapi,” jelasnya.
Sayangnya, Kota Batu tidak memiliki produsen maupun pengemas beras sendiri. Seluruh stok beras berasal dari luar daerah. Itu artinya, pengawasan lebih berat karena tidak bisa langsung menyasar ke hulu distribusi.
Salah satu strategi yang kini dijalankan Diskumperindag adalah pemantauan takaran atau gramasi beras. Tapi untuk menguji akurasi kemasan, diperlukan minimal 20 sampel dari merek yang sama. Langkah ini membutuhkan waktu dan koordinasi dengan laboratorium pengujian milik Pemprov Jatim.
“Sekarang kami masih menunggu hasil uji laboratorium dari provinsi. Itu yang akan menentukan, apakah produk ini layak ditarik dari pasaran atau tidak,” jelasnya.
Meski begitu, Nurbianto juga menyampaikan bahwa menarik beras dari pasaran tanpa dasar kuat bisa memicu gejolak. Di satu sisi, konsumen memang perlu dilindungi. Tapi jika merek-merek yang biasa jadi pilihan mendadak hilang dari rak, bisa memicu kelangkaan dan lonjakan harga. Ujung-ujungnya bisa berdampak ke inflasi pangan daerah.
“Kami tetap utamakan kehati-hatian. Jangan sampai niat baik justru menciptakan masalah baru,” pungkasnya. (Ananto Wibowo)