
SOUND HOREG: Polres Batu saat menggelar rakor bersama panitia karnaval Desa Giripurno dan stakeholder terkai dalam rangka menciptakan ketertiban saat karnaval bersih desa. (Foto: Ananto Wibowo/Malang Post)
MALANG POST – Fenomena sound horeg yang kerap memekakkan telinga akhirnya mendapat perhatian serius aparat kepolisian. Polres Batu langsung tancap gas menindaklanjuti imbauan Polda Jawa Timur terkait larangan penggunaan sound system berlebihan alias sound horeg di setiap kegiatan masyarakat. Tak terkecuali di agenda tahunan, karnaval bersih desa.
Kebijakan ini mulai diterapkan di Desa Giripurno, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, yang akan menggelar karnaval pada 23 Juli mendatang. Guna memastikan aturan baru ini dipahami semua pihak, Polres Batu langsung menginisiasi rapat koordinasi (rakor) dengan melibatkan seluruh stakeholder. Mulai panitia karnaval, Kepala Desa Giripurno, Kesbangpol, Camat Bumiaji, hingga unsur Forkopimcam.
“Sound horeg ini memang jadi sorotan. Bahkan sudah ada fatwa haram dari MUI. Kita dari kepolisian lebih menekankan sisi ketertiban umum, kenyamanan warga dan juga perlindungan lingkungan,” tegas Kabag Ops Polres Batu, Kompol Anton Widodo, usai memimpin rakor, Senin (21/72025).
Menurutnya, dari agenda awal, panitia sempat merencanakan karnaval berlangsung mulai pukul 10.00 WIB hingga pukul 02.00 WIB. Termasuk membawa truk-truk besar dengan 8 sampai 12 subwoofer.
“Kami sepakat, maksimal kegiatan berakhir pukul 23.00 WIB. Lebih dari itu tidak kami izinkan. Begitu pula untuk sound system, harus dibatasi. Tidak boleh berlebihan,” tegas Anton.
Pembatasan ini, lanjut Anton, bukan tanpa dasar. Ada regulasi jelas yang digunakan Polisi sebagai rujukan. Diantaranya, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 48 Tahun 1996 yang menetapkan batas tingkat kebisingan di kawasan permukiman maksimal 60 desibel.
“Kalau truk besar dengan 8 sub itu jelas melebihi ambang batas. Warga terganggu, anak kecil susah tidur, orang tua jadi stres,” ungkapnya.
Akhirnya, dalam rakor disepakati kendaraan peserta karnaval maksimal hanya boleh menggunakan mobil jenis L300. Itu pun jumlah subwoofer dibatasi hanya empat unit.
Kesepakatan ini berlaku bukan hanya untuk Desa Giripurno, tapi juga di seluruh desa di bawah wilayah hukum Polres Batu yang akan menggelar karnaval serupa.
“Kami tidak melarang karnaval. Silakan karnaval digelar. Tapi jangan ganggu kenyamanan orang lain. Sound yang digunakan pun harus sewajarnya,” imbuh Anton.
Apabila ada pelanggaran, langkah tegas siap diambil. Mulai dari teguran lisan, penghentian kegiatan di lokasi, hingga pembubaran paksa jika diabaikan.
Kapolres Batu, AKBP Andi Yudha Pranata menambahkan, pihaknya kini akan lebih ketat dalam mengeluarkan izin keramaian. Tidak seperti sebelumnya, izin akan diberikan setelah asesmen matang dalam rakor.
“Rakor bisa satu kali, bisa lebih. Intinya, kalau nanti ada indikasi penggunaan sound system yang melanggar, izin tidak akan keluar,” tegas Kapolres.
Ia mengungkapkan, selama ini panitia karnaval sering berdalih membawa aspirasi dari dusun masing-masing yang sudah melakukan persiapan matang. Bahkan ada yang menyebut penggunaan sound horeg sebagai budaya baru. Namun Andi tegas menolak anggapan tersebut.
“Kalau ada budaya, kami dukung. Tapi bukan budaya bikin bising tengah malam. Budaya itu ada penataan. Ada estetika. Bukan kebebasan tanpa aturan,” tegasnya.
Lebih jauh, ia menjelaskan bahwa setiap kegiatan yang berpotensi menimbulkan kerawanan sosial dan gangguan kamtibmas kini wajib dinilai dari berbagai sisi. Bukan hanya keamanan fisik, tapi juga keamanan lingkungan dan kenyamanan masyarakat.
“Kalau karnavalnya rapi, teratur, wisatawan juga senang. Mereka bisa menikmati. Bukan malah terganggu,” ujarnya.
Kapolres juga mengingatkan produsen atau pemilik sound horeg untuk mulai menyesuaikan produksi perangkat mereka. Jangan lagi membuat sound system dengan dimensi dan kapasitas yang melanggar regulasi.
Ia berharap, dengan kebijakan ini, istilah sound horeg tak lagi identik dengan kebisingan dan keresahan warga. “Karnaval dengan menggunakan sound system boleh saja. Tapi harus diatur. Jangan jadi momok di tengah masyarakat. Jangan ada kesenangan sesat yang merusak,” pungkasnya. (Ananto Wibowo)