
MALANG POST – Memulai kehidupan di lingkungan pesantren tentu tak semudah membalik telapak tangan. Itulah yang kini dijalani 397 santri baru di Pondok Pesantren Al Izzah International Islamic Boarding School (IIBS), Kota Batu. Rincinya 211 santri di jenjang SMP dan 186 santri di jenjang SMA.
Mereka datang dari berbagai penjuru negeri, dari Timika Papua, Kalimantan, hingga Banda Aceh demi satu tujuan, menjadi insan rabbani di pesantren yang dikenal disiplin dan modern itu.
Selama dua pekan sejak 14 Juli lalu, mereka mengikuti Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) yang dikemas beda. Tidak sekadar orientasi ruang kelas, tapi benar-benar diajari hidup ala santri. Mulai cara pakai sarung, membersihkan kamar, hingga adab di masjid. Semua terangkum dalam Program Jati Diri Insan Rabbani (Projadi), tema besar MPLS tahun ini.
“Di sini mereka tidak hanya sekolah. Tidak hanya belajar. Tapi dikenalkan bagaimana hidup di pesantren. Mulai dari kamar, masjid, sekolah, sampai cara makan dan cara berteman. Mereka kami ajarkan bagaimana adab yang benar di tempat tersebut hingga bagaimana saling menghargai antar teman,” ungkap Humas Al Izzah IIBS, M Budi Utomo.
Adaptasi jadi kunci utama. Sebab, santri baru ini mayoritas sebelumnya terbiasa hidup di rumah, dilayani orang tua. Sekarang harus mandiri. Mereka harus bisa memasang sprei sendiri, menjaga kebersihan kamar, bahkan belajar memakai sarung bagi yang belum bisa.
Tak hanya adaptasi fisik, pembentukan mental dan spiritual juga diprioritaskan. Menurut Budi, Projadi dirancang agar para santri menemukan jati diri mereka.
“Usia mereka adalah usia pembuktian. Maka mereka kami arahkan untuk jadi pemimpin masa depan, dengan akhlak dan budi pekerti seperti dalam Al-Qur’an dan hadist,” jelasnya.

DIDIDIK: Ratusan santri Al Izzah IIBS SMP-SMA saat mengikuti MPLS, mereke dididik jadi santri modern, anti kekerasan dan berjiwa rabbani. (Foto: Ananto Wibowo/Malang Post)
Selama MPLS, kegiatan berlangsung padat dari pagi hingga malam. Pukul 08.00 hingga 11.00 WIB mereka fokus pada materi MPLS sekolah. Sore hingga malam, waktunya kegiatan MPLS di pesantren. Di sela-sela, ada sesi olahraga dan outbound untuk merefresh pikiran. Hingga pentas seni dalam penutupan MPLS mendatang.
Yang menarik, Al Izzah tak berjalan sendiri. Narasumber dari luar pesantren pun dihadirkan. Dari Dinas Pendidikan, psikolog, tenaga kesehatan, BNN, hingga unsur kepolisian. Seperti, Polres Batu hadir mengisi sesi edukasi khusus tentang pencegahan kekerasan di kalangan pelajar.
Bertempat di Aula Masjid Ponpes Al Izzah, Plt Kasikum Polres Batu, Iptu Supriadi memberikan pemahaman pentingnya mencegah kekerasan fisik, verbal, hingga kekerasan seksual.
“Kekerasan di lingkungan pelajar itu ibarat bom waktu. Dampaknya panjang bagi tumbuh kembang anak. Karena itu, kami ajak semua elemen sekolah untuk peduli,” tegas Iptu Supriadi.
Sesi psikoedukasi pun digelar. Para santri belajar mengenali bentuk kekerasan seksual, dampak psikologisnya, hingga cara melapor jika menjadi korban. Tak disangka, sesi ini berlangsung interaktif. Santri-santri tampak antusias bertanya, bahkan berbagi pengalaman soal bullying dan tekanan sosial.
“Melalui kegiatan ini, kami ingin menciptakan lingkungan pesantren yang benar-benar aman, sehat, dan ramah bagi semua santri,” tambah Supriadi.
Melalui kegiatan ini, Polres Batu menegaskan komitmennya untuk terus hadir di tengah masyarakat, khususnya lingkungan pendidikan, dalam rangka mewujudkan generasi muda yang sehat, cerdas dan berakhlak mulia.
Disisi lain, geliat prestasi di Al Izzah tak luntur. Tahun ini, 10 santri SMA dan tujuh santri SMP berhasil lolos Olimpiade Sains Nasional (OSN). Bahkan empat santri lulusan SMA diterima di kampus luar negeri: dari Hong Kong, Francis, Toronto hingga Kanada. (Ananto Wibowo)