
BUKA ACARA: Kepala KPw BI Jawa Timur, Ibrahim, saat memulai acara Capacity Building dan Media Gathering di Hotel Alana, Kota Malang, Jumat (18/7/2025) malam. (Foto: Ra Indrata/Malang Post)
MALANG POST – Sejak diluncurkan pada 2019 lalu, Quick Response Code Indonesia (QRIS – dibaca: Kris), mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Bahkan melampaui ekspektasi banyak pihak.
Dalam jangka waktu lima tahun, sistem pembayaran digital QRIS, sudah mencapai 50 juta mengguna. Jauh lebih cepat dibanding pertumbuhan kartu kredit maupun debit. Yang di Indonesia perlu waktu hingga 25 tahun, untuk mencapai angka tersebut.
Hal itu disampaikan Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Jawa Timur, Ibrahim, saat membuka Capacity Building dan Media Gathering di Hotel Alana, Kota Malang, Jumat (18/7/2025) malam.
“Kami tidak menyangka QRIS berkembang secepat ini. Keberhasilan suatu inovasi bisa dilihat dari seberapa cepat sistem tersebut memberikan solusi kebutuhan masyarakat dan sejauh mana penggunaannya meluas,” ujar Ibrahim, yang memimpin KPw BI Jawa Timur sejak Mei 2025 lalu.
Data Bank Indonesia menunjukkan, hingga Maret 2025, jumlah pengguna QRIS telah tembus di angka 56,28 juta pengguna. Dengan merchant yang menerima QRIS mencapai 38,1 juta dan total perangkat Electronic Data Capture (EDC) sebanyak 2,3 juta unit.
“Kalau suatu inovasi dianggap benar-benar dibutuhkan dan bisa menjadi solusi, tingkat adopsinya akan sangat cepat. Karena itu, BI juga aktif menyosialisasikan berbagai program dan inovasi secara luas,” tegasnya.

PIMPINAN: Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Jawa Timur, Ibrahim. (Foto: Ra Indrata/Malang Post)
Deputi Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran KPw BI Jatim, Himawan Kusprianto, menambahkan, lonjakan penggunaan QRIS juga dipengaruhi oleh beberapa faktor penting.
Selain karena kemudahan penggunaan, masifnya penggunaan ponsel pintar, serta partisipasi aktif generasi muda, khususnya Gen Z, yang menjadi sebab QRIS tumbuh sangat cepat.
“Gen Z (Generasi Z) menjadi pengguna yang sangat potensial, karena populasinya mencapai sekitar 75,49 juta jiwa atau 27,94 persen dari total penduduk Indonesia,” tambah Himawan.
Pihaknya lantas merinci proporsi generasi lainnya, sebagai pengguna QRIS. Generasi milenial sebanyak 69,9 juta orang (25,87 persen), generasi X 59,12 juta (21,88 persen), generasi Baby Boomer 31,23 juta (11,56 persen) dan generasi Alpha 29,9 juta pengguna atau 10,88 persen.
“Sejak pandemi Covid-19 hingga saat ini, perkembangan QRIS sangat akseleratif. Penyebabnya karena kemudahan penggunaan, partisipasi ekonomi Gen Z dan penetrasi ponsel yang semakin masif,” tambahnya.
Tidak itu saja, beber Himawan, QRIS saat ini juga menjadi fondasi digital bagi segmen UMKM. Hingga Maret 2025, angkanya mencapai 93 persen atau sekitar 38.1 juta pengguna QRIS.
Dari jumlah tersebut, pelaku usaha mikro adalah pengguna terbesar. Mencapai 57,52 persen. Kemudian disusul usaha kecil di angka 29.59 persen, usaha menengan mencapai 5,89 persen. Sementara usaha besar baru diangka 3,37 persen.
“Untuk pelaku usaha mikro yang banyak menggunakan QRIS adalah usaha makanan dan minuman.”
“Karena itu, QRIS benar-benar menjadi fondasi digital yang sangat strategis bagi pelaku UMKM, yang memang mendominasi struktur ekonomi nasional,” tandasnya.

MATERI: Deputi Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran KPw BI Jatim, Himawan Kusprianto, ketika memberikan paparan terkait sistem pembayaran non tunai. (Foto: Ra Indrata/Malang Post)
Menariknya lagi, Himawan juga menyebut jika penggunaan QRIS tidak sebatas pada transaksi domestik saja. Sistem ini juga mulai dimanfaatkan oleh warga negara asing melalui fitur pembayaran lintas negara (cross border payment).
Apalagi peningkatan efisiensi layanan pembayaran lintas negara, jelas Himawan, juga merupakan komitmen global. Termasuk di forum G20 dan ASEAN. Dimana Indonesia telah memasukkannya dalam blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2030.
Bahkan saat ini, QRIS telah telah terhubung dengan negara ASEAN. Yakni Thailand, Singapore dan Malaysia. Sementara untuk Korea Selatan, Jepang, India dan Uni Emirat Arab, sedang dalam proses kerjasama.
“Ke depan, Bank Indonesia terus melakukan pengembangan dan inovasi QRIS. Salah satunya adalah QRISTAP di sektor transportasi. Berupa tap in tap out, yang rencana akan launching pada September 2025 mendatang,” papar Himawan.
Di sisi yang lain, Himawan juga menyebut, membangun standarisasi sistem pembayaran digital nasional, merupakan pondasi utama dalam menjaga stabilitas dan inklusivitas ekonomi di era transformasi digital.
Karena data Bank Indonesia, volume transaksi digital tumbuh pesat dari Rp8 miliar pada 2019 melonjak menjadi Rp37 miliar.
Itulah sebabnya, salah satu inisiatif standardisasi yang kini dikawal ketat oleh Bank Indonesia, adalah implementasi QRIS sebagai ‘satu bahasa’ dalam sistem pembayaran digital.
“Digitalisasi tanpa standar hanya akan menciptakan celah ketimpangan dan potensi dominasi pasar oleh segelintir pelaku,” kata Himawan.
Oleh karena itu, regulasi dan compliance menjadi instrumen penting dalam memastikan bahwa inovasi tetap inklusif dan mendukung financial inclusion, bukan sebaliknya.
“Kita tidak ingin ke depan sistem pembayaran, hanya dikendalikan oleh segelintir pemain besar. Sementara UMKM dan masyarakat kecil justru tertinggal,” ujarnya. (Ra Indrata)