
MALANG POST – Pemkot Batu mengambil langkah konkret untuk mendekatkan layanan kesehatan kepada masyarakatnya. Tak ingin warga desa terus-menerus harus naik angkot ke kota hanya untuk konsultasi ringan, Pemkot Batu akan mengoptimalisasi keberadaan pondok bersalin desa (Polindes) di seluruh desa dan kelurahan.
Ini menjadi bagian dari langkah strategis untuk mengatasi keterbatasan pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) yang ada. Saat ini, hanya ada lima Puskesmas di Kota Batu. Jumlah tersebut belum cukup untuk melayani seluruh penduduk secara ideal. Empat dari lima puskesmas yang ada saat ini bahkan harus melayani jumlah penduduk di atas ambang batas ideal.
Data Dinas Kesehatan Kota Batu menunjukkan Puskesmas Batu melayani 51.566 jiwa, Puskesmas Beji 33.995 jiwa, Puskesmas Bumiaji 64.230 jiwa, Puskesmas Sisir 47.378 jiwa dan Puskesmas Junrejo 22.428 jiwa. Padahal, sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 19 Tahun 2024, idealnya satu puskesmas hanya melayani maksimal 30 ribu jiwa.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Batu, Aditya Prasaja menyatakan, memperkuat fungsi polindes adalah solusi paling realistis saat ini. Sebab jija harus nambah puskesmas baru, lahannya belum ada.
“Untuk satu unit puskesmas saja butuh lahan minimal 2.500 meter persegi,” jelas Adit, Rabu (16/7/2025).
Selain keterbatasan lahan, persoalan sumber daya manusia (SDM) juga menjadi tantangan tersendiri. Saat ini, sebagian besar polindes di Kota Batu hanya dijaga satu bidan. Padahal, keberadaan polindes di setiap desa atau kelurahan sebenarnya bisa dimaksimalkan untuk mendekatkan layanan dasar, seperti Posyandu, senam ibu hamil dan konsultasi kesehatan ringan.
“Kami sedang rumuskan skema optimalisasi SDM di Polindes. Targetnya Agustus nanti sudah ada model yang siap dijalankan,” ungkap Adit.

CEK KESEHATAN: Wali Kota Batu, Nurochman saat melihat masyarakat Kota Batu mengikuti cek kesehatan gratis. (Foto: Ananto Wibowo/Malang Post)
Ia menambahkan, untuk memenuhi rasio pelayanan ideal, Kota Batu seharusnya menambah setidaknya empat unit Puskesmas baru. Namun, hingga saat ini rencana tersebut masih sebatas wacana. Dinkes lebih memilih fokus memperkuat layanan di lini terdepan, yakni Polindes, sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan di desa.
Wali Kota Batu, Nurochman menyampaikan, bahwa pemerataan layanan kesehatan adalah bagian dari prioritas pembangunan di Kota Wisata ini. Ia tak ingin masyarakat desa merasa terpinggirkan hanya karena jarak geografis.
“Jangan sampai warga desa butuh konsultasi kecil, tapi harus naik dua kali angkot ke kota. Saya sudah minta Polindes diaktifkan, minimal setara Pustu (Puskesmas Pembantu),” ujarnya.
Lebih jauh, pria yang akrab disapa Cak Nur itu mengingatkan bahwa pelayanan kesehatan adalah soal kemanusiaan. Ia tak ingin ada diskriminasi dalam layanan, apalagi yang dilandasi status sosial.
“Jangan pernah lihat pasien itu orang berada atau tidak. Mereka semua punya hak yang sama di depan layanan kesehatan. Hak itu tidak boleh diperjualbelikan,” tegasnya.
Tak hanya soal teknis pelayanan, Cak Nur juga menekankan hal yang kerap terlupakan, yakni keramahan petugas kesehatan. Ia menyebut keramahan sebagai vitamin jiwa yang sangat penting dalam proses penyembuhan.
“Keramahan itu obat pertama. Kadang orang datang ke Puskesmas itu bukan cuma butuh obat medis, tapi butuh ditenangkan. Kalau disambut dengan senyum, itu bisa jadi terapi yang menyembuhkan,” ujarnya.
Menurut Cak Nur, tenaga kesehatan adalah ujung tombak kemanusiaan, yang tak sekadar bertugas menyembuhkan secara fisik, tapi juga menenangkan jiwa.
Melalui langkah tersebut, Pemkot Batu berharap masyarakat di desa tak lagi merasa terisolasi dari akses layanan medis. Polindes didorong menjadi fasilitas kesehatan dasar yang bukan hanya hidup di papan nama, tapi benar-benar aktif melayani masyarakat. (Ananto Wibowo)