
BERSIH-BERSIH: Warga yang tergabung dalam FMPMA saat bersih-bersih Sumber Umbul Gemulo sebagai salah satu bentuk protes pembangunan dapur MBG di dekat sumber mata air. (Foto: Ananto Wibowo/Malang Post)
MALANG POST – Suasana tenang di sekitar sumber mata air Umbul Gemulo, Desa Bulukerto, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, mendadak berubah jadi sedikit hangat. Bukan karena ada kericuhan, melainkan karena munculnya diskusi serius di tengah kegiatan kerja bakti.
Warga yang tergabung dalam Forum Masyarakat Peduli Mata Air (FMPMA) terdiri dari HIPPAM Cangar-Bulukerto, HIPPAM Tonggolari-Sidomulyo, HIPPAM Sukorembug-Sidomulyo dan HIPPAM Desa Bumiajisedang menggelar aksi resik-resik alias bersih-bersih sumber air.
Kegiatan ini rutin dilakukan tiap tahun. Tapi kali ini, selain bersih-bersih, mereka juga membawa satu keresahan, yakni rencana pembangunan dapur program makan bergizi gratis (MBG) di lokasi yang sangat dekat dengan sumber mata air.
Dapur MBG resminya bernama Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG), rencananya akan dibangun di seberang jalan, tepat di depan Hotel Purnama, Jalan Raya Punten, Kecamatan Bumiaji. Jaraknya hanya sekitar 200 meter dari Umbul Gemulo, salah satu sumber air utama di Kota Batu.
Warga menilai lokasi ini tidak tepat. Terlalu dekat dengan sumber air. Terlalu riskan terhadap kerusakan ekosistem.
“Kalau pembangunan itu tetap dipaksakan, bisa merusak bentang alam dan mencemari sumber air,” kata warga Bulukerto sekaligus anggota FMPMA, Aris Faudin, Jumat (11/7/2025).
Umbul Gemulo bukan sembarang sumber air. Dari sinilah aliran air menghidupi kebutuhan ribuan warga, baik untuk kebutuhan rumah tangga maupun irigasi pertanian. Maka tidak heran, jika warga merasa perlu turun tangan langsung menjaga kelestariannya.
Di tengah kegiatan resik-resik, warga juga menggelar semacam forum kecil, model jagongan. Duduk santai, tapi isinya serius. Diskusi mengerucut pada satu hal, penolakan terhadap rencana pembangunan dapur MBG di kawasan konservasi itu.
“Kami sepakat, tidak ada bentuk pembangunan apa pun yang boleh mencemari sumber air. Kalau memang Pemkot Batu serius soal perlindungan lingkungan, seharusnya mereka yang paling depan melindungi ini,” lanjut Aris.
Penolakan ini muncul setelah FMPMA membaca naskah sambutan Wali Kota Batu dalam Rapat Paripurna RPJMD Kota Batu 2025–2029. Di sana terselip rencana pendirian gedung SPPG, lengkap dengan lokasinya yang membuat dahi para pegiat lingkungan mengernyit.
Aris dan kawan-kawan langsung teringat satu kejadian lama. Sekitar 14 tahun lalu, sumber air Gemulo pernah nyaris terancam akibat rencana pembangunan Hotel The Rayja. Lokasinya hanya terpaut 150 meter dari mata air. Protes besar pun sempat terjadi, hingga akhirnya rencana itu gagal dilanjutkan.
“Kami pikir kejadian serupa tidak akan terulang. Ternyata muncul lagi dalam bentuk berbeda,” ujar Aris.
Menurut mereka, pembangunan dapur MBG di area tersebut bertentangan dengan Perda Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batu Nomor 7 Tahun 2022. Perda itu menegaskan kawasan sumber mata air adalah kawasan lindung. Tidak boleh ada pembangunan yang bisa mengubah bentang alam atau membahayakan kualitas ekosistem air.
“Lahan di depan Hotel Purnama itu harusnya tetap jadi ruang terbuka hijau. Itu juga kan jadi komitmen lingkungan Wali Kota waktu kampanye,” kata Aris, mengingatkan.
Forum ini juga mengingatkan pemerintah akan hak dasar rakyat atas air bersih, sebagaimana dijamin dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air.
Air bersih, menurut mereka, bukan sekadar soal kuantitas. Tapi juga kualitas dan keberlanjutan. Mereka mendesak Pemkot Batu untuk meninjau ulang lokasi dapur MBG, agar program gizi gratis itu tidak malah menimbulkan masalah baru di kemudian hari.
Kegiatan hari itu pun ditutup tanpa orasi. Tanpa spanduk besar. Cukup dengan sapu lidi, kantong sampah dan suara hati yang tak ingin air bersih mereka tergantikan oleh janji gizi yang salah lokasi. (Ananto Wibowo)