
KETAT: Dalberto Luan Belo harus ditempel dua pemain Liga Indonesia All Star, agar tidak bisa membahayakan gawang lawan. Turun di Piala Presiden, Arema FC dianggap gagal total. (Foto: Media Piala Presiden)
MALANG POST – Status juara bertahan Arema FC untuk turnamen Piala Presiden, langsung turun drastis menjadi tim terburuk di even pramusim Piala Presiden edisi 2025.
Padahal dalam tujuh kali penyelenggaraan, empat kali Singo Edan berhasil menjadi juara. Yakni pada 2017, 2019, 2022 dan 2024.
Dalam dua pertandingan babak penyisihan Grup A, tim asuhan Marcos Santos ini tak pernah menang. Skornya, imbang 2-2 lawan Liga Indonesia All Star. Serta kalah telak 0-4 saat bertemu Oxford United.
Dengan kondisi tersebut, Arema FC berada di posisi paling bawah dari tiga tim penghuni Grup A. Poinnya hanya satu. Sama seperti Liga Indonesia All Star. Bedanya, Arema FC kalah selisih gol.
Jika dihitung secara total dengan Grup B, Arema FC juga masih kalah dari Persib Bandung, yang juga hanya meraih satu poin. Tapi Persib selisih golnya -2, sedangkan Arema FC -4.
Arema FC pun harus pulang ke Malang berbekal peringkat ke-6, dengan membawa hadiah uang tunai Rp100 juta.
Tetapi alih-alih mengedepankan evaluasi dari sisi teknik, pelatih Arema FC asal Brasil, Marcos Santos justru menyalahkan faktor non teknis. Sebagai penyebab kekalahan telak 0-4 dari Oxford United. Yang sekaligus membuat timnya berada di posisi juru kunci.
Marcos Santos menilai, matinya lampu di Stadion Si Jalak Harupat, Soreang, Kabupaten Bandung, saat laga baru berjalan empat menit, dianggap sangat mengganggu konsentrasi Johan Ahmat Alfarizie dan kawan-kawan.
Terlebih-lebih setelah lampu mati di menit ke-4, butuh waktu hampir 30 menit agar lampu di seluruh stadion kembali menyala dengan normal.
Arema FC pun merasakan dampak psikologis dari terhentinya pertandingan itu. Apalagi dalam kurun waktu 10 menit setelah pertandingan kembali dilanjutkan, gawang Lucas Frigeri dibobol dua kali oleh Oxford United.
“Tentu saja, hasilnya tidak sesuai harapan. Kami memulai dengan sangat baik, hingga lampu padam.”
“Kami menunggu cukup lama. Ketika lampu menyala kembali, tim kami kehilangan konsentrasi. Tim Oxford memanfaatkannya dan kami kebobolan dua gol dengan sangat cepat,” kata Marcos, dalam post match press conference, Kamis (10/7/2025) tengah malam.
Itulah sebabnya, pelatih berusia 46 tahun itu memberikan sorotan khusus kepada fisik dan mental pemainnya. Yang dinilai perlu lebih ditingkatkan lagi sebelum turun di Super League musim 2025/2026.
Karena kondisi yang sama, juga dialami ketika Arema FC ditahan imbang 2-2 oleh Liga Indonesia All Star.
Ketika bertanding Selasa (8/7/2025), Arema FC sudah unggul dua gol. Tetapi dalam waktu yang cepat, mampu diimbangi oleh lawan. Penyebabnya, mental pemain menjadi runtuh setelah terkena hukuman penalti.
“Kami menurunkan tim yang baru saja tampil dua hari yang lalu. Sedangkan Oxford bermain pada Minggu (6/7/2025) dengan waktu istirahat lebih lama,” imbuhnya.
Marcos menambahkan, Arema semakin banyak menderita kebobolan, setelah mencoba keluar menyerang. Situasi itu terjadi ketika Oxford unggul 2-0.
“Kami harus meninggalkan area lapangan sendiri, untuk mencoba menyamakan kedudukan.”
“Sebenarnya wajar saja jika itu meninggalkan ruang kosong dan Oxford mencetak dua gol lagi. Kami tidak punya waktu untuk kembali fokus secara mental,” sebutnya. (*/Ra Indrata)