
Binhad Nurrohmat menjelaskan soal kontroversi kelahiran Bung Karno. (Foto: Disway)
Oleh: Dahlan Iskan
Empat orang mendatangi saya kemarin. Salah satunya berambut kuncir panjang dengan topi cowboy. Mereka membawa satu kopor penuh berkas.
“Sudah lima tahun saya meneliti di mana Bung Karno lahir,” ujar Binhad Nurrohmat, si Kuncir panjang. “Kesimpulan saya: Bung Karno lahir di Ploso, Jombang. Bukan di kota Surabaya,” ujarnya.
Selama ini, beda buku beda tulisan. Ada yang bilang Proklamator Republik Indonesia itu lahir di Blitar. Ada yang menulis lahir di Mojokerto. Di Surabaya. Di Tulungagung. Di Jombang.
Satu-satunya yang berani menetapkan Bung Karno lahir di kota Surabaya adalah Wali Kota Surabaya, saat itu, Bambang D.H. Yakni wali kota sebelum Tri Rismaharini. Bambang D.H. lah yang menandatangani SK wali kota soal itu.
Wali kota Risma lantas membeli rumah di Jalan Pandean Gang 4 Surabaya itu. Wali kota pengganti Risma, Eri Cahyadi, menetapkannya sebagai museum Bung Karno.
Dasar penetapan kelahiran Bung Karno di kota Surabaya adalah buku induk kependudukan yang dibuat oleh pemerintah Jepang di tahun 1942. Di situ disebutkan Bung Karno lahir di Kota Surabaya. Sangat jelas: Kota Surabaya. Bukan hanya Surabaya.
Bagi orang seperti Binhad penyebutan ”kota Surabaya” di buku Jepang tidak menggoyahkan pendapatnya.
“Tidak ada narasi yang kuat bahwa di rumah Gang 4 Jalan Pandean itu tempat lahir Bung Karno,” kata Binhad. Tidak ada bukti apa pun. Dari riwayat kepemilikan rumah itu pun tidak bisa didapat bukti bahwa Bung Karno lahir di situ.
“Saya menemukan saksi-saksi bahwa Bung Karno lahir di Ploso, Jombang,” ujar Binhad. “Saya menemukan siapa orang yang membantu kelahiran Bung Karno,” ujarnya. Pun siapa yang menanam ari-arinya. Siapa pula wanita pengasuh bayi yang saat itu bernama Kusno (Koesno). Bahkan siapa yang menyunat Bung Karno.
Rumah tempat Kusno lahir itu kini sudah roboh. Tinggal fondasinya: 8 x 12 meter. Lahannya sendiri sekitar 3.000 m2. Letaknya di sebelah bekas stasiun kereta api Ploso.
Di rumah itulah orang tua Kusno tinggal selama enam tahun. Ayah Bung Karno, Raden Soekemi Sosrodihardjo, mendapat tugas mengajar di Ploso. Sang ayah memang seniman, tapi juga seorang guru.
Pegawai pemerintah Belanda yang mendapat tugas di Ploso mendapat rumah tinggal. Soekemi dapat rumah dinas di situ. Melahirkan Bung Karno di rumah itu. Begitu Soekemi dipindah dari Ploso rumah itu ditempati pegawai lain. Berganti-ganti. Termasuk pejabat stasiun kereta api Ploso.
Di tahun 1965 sangat terkenal kereta api dikuasai serikat buruh underbow Partai Komunis Indonesia (PKI). Rumah dinas itu pun dikonotasikan sebagai rumah PKI. Sejak itu tidak ada yang tinggal di situ. Sampai akhirnya dikuasai seorang warga desa di situ.
Binhad sendiri orang Lampung. SMA-nya di Metro Lampung. Tapi ayahnya asli Banyuwangi. Ibunya Jember. Mereka bertransmigrasi ke Lampung.
Setamat SMA Binhad kuliah di Akademi Komunikasi di Yogyakarta. Ia juga mengaji kitab kuning di pondok Krapyak yang terkenal sebagai pondok bintang sembilan di Yogyakarta. Status Binhad saat ini: menantu KH Mustain Romli, pemilik pondok bintang sembilan Rejoso, Jombang.

Ploso adalah kota kecamatan di sebelah utara kota Jombang. Dekat sungai Brantas. Kini di antara kota Jombang dan Ploso dipisahkan oleh jalan tol. Kalau mau ke kota Jombang exit tolnya di dekat Ploso.
Tidak hanya tempat lahir Bung Karno yang kontroversi. Juga tanggal lahirnya. Pun bulan kelahirannya. Bahkan tahunnya.
Dari dokumen pendaftaran masuk sebagai mahasiswa baru Institut Teknologi Bandung (ITB) tanggal lahir Bung Karno tertulis 6 Juni 1902. Mahasiswa baru itu bernama R. Soekarno. Ada gelar ningrat Jawa ”Raden” di depannya. Tertulis pula lahir di Surabaya, tanpa menyebut ”Kota Surabaya”. Jombang saat itu masuk wilayah Surabaya.
Di buku induk yang berisi daftar siapa saja yang lulus ITB tahun 1926 tertulis: Ir Soekarno. Gelar R yang ningrat sudah berganti gelar akademis, Insinyur.
Selama kuliah telah terjadi perubahan sikap Bung Karno soal feodalisme. Di daftar kelulusan itu juga tertera lahirnya di Surabaya, 6 Juni 1902. Tanpa ada kata ”kota”.
Dari dua buku induk itu tertulis tahun kelahiran Bung Karno: 1902. Tempat lahir juga konsisten: Surabaya –tanpa kota. Hanya namanya berubah. Dari R Soekarno menjadi Ir Soekarno.
Tapi buku induk kependudukan Jepang tadi menulis Bung Karno kelahiran Kota Surabaya, 6 Juni tahun 2561. Artinya: tahun 1901.
“Bahkan ada dokumen yang menyebut Bung Karno lahir tahun 1899. Ada juga 1900. Bahkan ada yang 1903,” ujar Binhad.
Meski masih kontroversi keluarga BK seperti Megawati menetapkan tanggal lahir Bung Karno 6 Juni 1901. Yang tidak menimbulkan kontroversi adalah ijazah Bung Karno. Asli ITB. (Dahlan Iskan)