
MALANG POST – Tidak semua garis dibuat untuk memisahkan. Kadang, ia justru jadi penghubung. Itulah semangat yang dibawa Kota Batu dan Kabupaten Pasuruan saat menyepakati penyesuaian batas wilayah.
Dua kepala daerah, Wali Kota Batu, Nurochman dan Bupati Pasuruan, H.M. Rusdi Sutejo telah bertemu. Pertemuan berlangsung di Rumah Dinas Kepala Bakorwil III Jatim, Kota Malang. Bukan untuk rapat berat, tapi untuk hal yang justru sering dihindari pejabat, membahas batas wilayah.
Tapi mereka tidak datang untuk bersilang pendapat. Justru sebaliknya saling menyamakan peta. Menandatangani Berita Acara Kesepakatan Penarikan Garis Batas Daerah.
Latar belakangnya bukan hal baru. Di Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, terjadi pemekaran wilayah. Desa Tulungrejo yang dulunya utuh, kini telah melahirkan Desa Sumberbrantas. Itu sudah sah, lewat Perda Kota Batu Nomor 6 Tahun 2007. Tapi meski sudah dua desa, batas wilayah yang tercatat di Permendagri Nomor 47 Tahun 2007 belum ikut berubah.
Di sinilah muncul persoalan. Karena perubahan administratif di tingkat desa, akhirnya harus berdampak pada batas antar-daerah. Apalagi, kegiatan penegasan batas desa dan kelurahan sudah dijalankan Pemkot Batu.
Setelah melalui verifikasi lapangan, akhirnya disepakati, batas antara Kelurahan Pecalukan (Kabupaten Pasuruan) dan Desa Sumbergondo (Kota Batu) dipastikan ulang. Bahkan titik batas di pertigaan Pecalukan–Sumbergondo–Wonorejo (Kab. Malang) diubah dari titik PBU 81 menjadi TK 25.
“Ini bukan sekadar soal peta. Tapi tentang kejelasan kewenangan, pelayanan publik yang tidak tumpang tindih, dan pembangunan yang tidak saling tindih,” kata Cak Nur sapaan Nurochman.

SEPAKAT: Kota Batu dan Kabupaten Pasuruan menyepakati perubahan batas wilayah. (Foto: Ananto Wibowo/Malang Post)
Bupati Pasuruan, Rusdi Sutejo menyambut hal itu dengan positif. Dia menyebut ini sebagai contoh kerja sama lintas wilayah yang bisa jadi model bagi daerah lain.
“Kalau batasnya jelas, koordinasi jadi mudah. Tidak ada tumpang tindih program, masyarakat pun lebih tenang,” katanya.
Keduanya juga sepakat mengajukan permohonan perubahan terhadap Permendagri 47/2007 agar semua penyesuaian ini sah secara hukum dan tidak menyisakan ruang abu-abu di masa depan.
Pertemuan itu berlangsung dalam suasana yang cair. Tak ada ketegangan. Bahkan sesekali terdengar tawa kecil saat membahas “nasib” garis batas yang selama ini dianggap rumit.
Tapi dari sana, tampak jelas satu hal, bahwa batas bukan soal siapa memiliki lebih banyak tanah, tapi siapa yang siap bekerja lebih kolaboratif.
Namun bukan itu saja yang dibahas. Di sela pertemuan, Cak Nur juga menyampaikan rencana pembukaan akses jalan baru yang bersinggungan langsung dengan wilayah Kabupaten Pasuruan. Gayung bersambut. Bupati Rusdi mengangguk.
Akses ini dinilai akan menjadi pembuka potensi ekonomi kawasan. Mobilitas warga makin cepat, distribusi barang makin lancar, dan peluang usaha pun terbuka.
“Kita tidak hanya sepakat soal garis, tapi juga soal arah,” tutup Cak Nur. (Ananto Wibowo)