
MALANG POST – Stadion Brantas sore itu mendidih. Bukan karena cuaca, tapi karena laga pamungkas sepak bola putri Porprov IX Jatim 2025, mempertemukan dua tim yang hanya dipisah bukit, Kota Batu vs Kota Malang.
Final ini bukan sekadar perebutan emas. Ini urusan harga diri, tetangga sebelahan, gengsi yang tak bisa dibagi dua. Dan hasilnya? Penuh drama, panas, tapi manis untuk tuan rumah.
Bahkan Wasit Chandra Gunawan harus tiga kali merogoh saku belakangnya. Tiga kartu merah beterbangan, dua untuk Kota Malang, satu untuk tuan rumah. Tapi sebelum drama itu terjadi, penonton sudah disuguhi gol cepat.
Baru 3 menit laga dimulai, penonton sudah melompat kegirangan. Si nomor 18, Ratri Titania, jadi pencetak sejarah. Tendangan jarak jauhnya meluncur indah ke sudut gawang. Seisi stadion langsung gegap gempita. Kota Batu memimpin 1-0.
Tapi jangan salah. Kota Malang bukan datang untuk jadi penonton. Mereka langsung meningkatkan tempo. Tekanan demi tekanan akhirnya membuahkan penalti.
Pemain Kota Batu dianggap melanggar di area terlarang. Si nomor 4 Malang, Alzahna, menunaikan tugasnya dengan dingin. Skor 1-1. Kedudukan imbang, emosi makin meletup.

JUARA: Wali Kota Batu, Nurochman saat mengalungkan medali emas kepada para pemain sepak bola putri Kota Batu, usai mengalahkan Kota Malang di partai final dengan skor 2-1. (Foto: Ananto Wibowo/Malang Post)
Babak kedua? Adu keras. Panas. Sampai wasit Chandra Gunawan harus menguras stok kartu merahnya. Pertama, Chelsea Setya dari Malang diusir keluar setelah dua kartu kuning.
Belum selesai penonton mencerna, suasana kembali ricuh. Saat Kota Batu bersiap mengeksekusi tendangan bebas, terjadi cekcok antarpemain. Dorongan kecil jadi saling senggol. Dan, dua kartu merah lagi melayang! Intan Nur Faedah ( Kota Malang) dan Muslimah Nurul (Kota Batu) sama-sama disuruh minggir.
Setelah semua dingin dan garis-garis lapangan kembali jadi sakral, eksekusi tendangan bebas dilakukan. Dan siapa lagi kalau bukan Ratri Titania. Sepakan kerasnya menembus pagar hidup, menggetarkan jaring. Gol kedua. Gol kemenangan. Gol yang mengunci sejarah.
Skor akhir 2-1 untuk Kota Batu. Wasit meniup peluit panjang, tribun bergemuruh. Tangis haru pecah di lapangan. Pelukan. Sujud syukur. Dan satu kota merayakan, emas pertama sepak bola putri sejak Porprov digelar.
Dengan itu, sejarah tercipta. Untuk pertama kalinya, Kota Batu meraih medali emas di cabang sepak bola putri. Di hadapan publik sendiri, di stadion kebanggaan, melawan rival seberang bukit.
Ini bukan cuma kemenangan. Ini pernyataan. Kota Batu tak lagi hanya dikenal dengan apel dan wisata. Sekarang, mereka juga punya ratu-ratu lapangan hijau. (Ananto Wibowo)