
MALANG POST – Pelanggaran yang dilakukan kendaraan over load over dimension (ODOL) masih sangat bervariasi. Terutama dari sisi jenis kendaraan. Mulai dari truk pengangkut tebu sampai barang bekas.
Hal itu disampaikan Kanit Turjawali Satlantas Polres Malang, Iptu Andi Agung, saat menjadi narasumber talkshow di program Idjen Talk. Yang disiarkan langsung Radio City Guide 911 FM, Rabu (25/6/2025).
Kata Iptu Andi, di masa sosialisasi tanggal 1 – 30 Juni 2025, total ada 1.241 kendaraan yang terjaring pelanggaran.
“Bahkan saat sosialisasi itu, kami juga sudah menyasar ke pabrik gula dan perusahaan perusahaan angkutan barang,” katanya.
Sejauh ini, tambah Andi, angka kecelakaan juga masih tinggi. Korban jiwa mencapai 200 lebih setiap tahun. Kendaraan ODOL turut menjadi penyumbangnya.
Tinggingnya pelanggaran ODOL, juga diakui Kepala BPTD Kelas II Jatim, Bambang Hermanto. Salah satu penyebabnya, karena penegakan aturan juga belum maksimal. Mengingat sejauh ini pendekatan yang dilakukan berupa sosialisasi dan peringatan saja.
“Sejauh ini kendaraan kendaraan muatan yang lewat jembatan timbang, tidak semuanya masuk untuk melakukan pengecekan kesesuaian standar kendaraan,” sebutnya.
Tapi secara prosedural, kata Bambang, ketika didapat kendaraan yang melanggar, akan dilihat tergolong ringan atau berat. Kalau memang sudah berat dan membahayakan, bisa jadi dilakukan penilangan.
“Sebenarnya soal penindakan kendaraan ODOL ini untuk kepentingan bersama. Salah satunya keselamatan di jalan,” sebutnya.
Sekretaris Organda Malang Raya, Purwono, justru menyebut hampir 100 persen kondisi di lapangan, truk masuk kategori ODOL. Meskipun dalam undang undang sudah diatur, tapi pemerintah kurang tegas dalam penanganan di lapangan.
“Pemerintah perlu perketat lagi langkah langkah. Mulai dari sosialisasi sampai penindakan yang tegas.”
“Meskipun pasti ada yang keberatan di tengah keterbatasan pergerakan ekonomi ini, tapi efek domino akan terjadi kalau ODOL dibiarkan. Mulai dari infrastruktur jalan rusak sampai kecelakaan,” tegasnya.
Purwono berharap, pemerintah bisa lebih mendalam menyelesaikan ODOL. Seperti dengan hadir langsung ke pengusaha pengusaha untuk memberikan pemahaman.
Sementara itu, dosen Ekonomi Kebijakan Universitas Muhammadiyah Malang, Yunan Syaifudin, SE., M.Sc., menjelaskan, kebijakan zero ODOL ini digaungkan sejak 2023 lalu.
Maka seharusnya di tahun 2025 ini, bisa lebih maksimal lagi melalui pendekatan dan langkah langkah yang terstruktur.
“Kalau memang sosialisasi sudah dijalankan sampai sekarang, maka harus dilihat sampai sejauh mana pemahaman ini diterima. Apakah sudah sampai di driver saja, atau sampai di pihak pihak pengusaha.”
“Jika memang sosialisasi dinilai sudah maksimal, maka selanjutnya perlu adanya penindakan berupa tilang. Bahkan ekstremnya dengan melakukan pencabutan izin trayek,” kata Yunan.
Pelaku ODOL ini dari pihak private, tambahnya, mengingat ini berhubungan dengan logistik dan distribusi, harus bisa menyasar sampai dalam. (Wulan Indriyani/Ra Indrata)