
DOSEN Manajemen FEB Universitas Brawijaya, Kenny Roz. (Foto: Istimewa)
MALANG POST – Saat ini, memiliki rumah sendiri adalah impian banyak orang. Namun pilihan cara untuk mencapainya seringkali menjadi dilema. Antara Ingin segera beli dengan cash atau Kredit Pemilikan Rumah (KPR).
Hal itu mendorong Kenny Roz, M.M. selaku Dosen Manajemen FEB Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) untuk memberikan pendapat dan analisis mendalam terkait plus-minus dari kedua pilihan ini.
Dia mengatakan, bagi kebanyakan masyarakat, KPR kini menjadi jalan paling realistis untuk dapat memiliki properti dengan cara cepat.
Selanjutnya, dengan menggunakan KPR, masyarakat tidak perlu lagi menunggu lama untuk mengumpulkan dana ratusan juta untuk membeli rumah.
Selanjutnya, pemerintah saat ini juga memberikan insentif bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), seperti dengan skema Subsidi Selisih Bunga (SSB) dan FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan). Hal ini memberikan manfaat signifikan bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
“Sebagai contoh bunga tetap 5% per tahun selama masa tenor hingga 20 tahun untuk fleksibilitas. Selain itu kini banyak bank menawarkan DP ringan bahkan 0%, serta tenor yang dapat disesuaikan dari 10 hingga 25 tahun.”
“Hal ini membuka kesempatan lebih luas bagi generasi muda dan pekerja informal untuk mulai memiliki rumah,” katanya.
Namun, perlu diingat jika KPR ibarat pisau bermata dua. Resiko terbesar adalah ketidakmampuan membayar akibat PHK atau sakit. Jika cicilan menunggak, bank berhak menyita rumah.
Maka dari itu, ia menilai bahwa salah satu solusinya yakni memastikan diri memiliki asuransi jiwa dan proteksi penghasilan.
Di samping itu juga cermat dalam menghitung total bunga untuk pinjaman Rp500 juta dengan bunga flat 10 persen selama 20 tahun. Total bunganya bisa mencapai Rp500 juta dengan total pembayaran menjadi Rp1M.
Kemudian, menurutnya, membeli rumah secara cash lebih baik karena dapat menghindari bunga dan menjamin kepemilikan penuh.
Namun, perlu ada pertimbangan lain terkait apakah dana tersebut bisa digunakan untuk investasi lain yang lebih produktif.
Jadi, pembelian cash cocok bagi yang mengutamakan keamanan dan bebas dari utang, sedangkan KPR cocok untuk optimalisasi dana.
Kenny juga membagika tips praktis untuk masyarakat yang baru pertama kali mengajukan KPR. Salah satunya seperti menghitung kemampuan finansial.
Menurutnya, cicilan idealnya maksimal 30–35 persen dari penghasilan bulanan. Kemudian cermat dalam memilih bank dengan reputasi baik dan bunga kompetitif serta membandingkan tenor dan skema bunga (fixed vs floating).
“Siapkan DP dan biaya tambahan lain seperti notaris, asuransi, dan pajak, gunakan simulasi KPR dari bank atau aplikasi fintech untuk melihat proyeksi cicilan dan baca dengan teliti dan hati-hati seluruh perjanjian kredit secara teliti,” katanya.
Ke depannya, Kenny memprediksi KPR akan semakin terjangkau berkat digitalisasi. Proses pengajuan online, integrasi dengan program smart city, dan skema cicilan fleksibel akan mempermudah milenial dan pekerja informal.
“Pemerintah dan perbankan juga perlu menjaga keseimbangan antara profitabilitas dan keadilan sosial, agar rumah sebagai kebutuhan primer tetap terjangkau dan inklusif,” tutupnya. (*/M Abd Rachman Rozzi-Januar Triwahyudi)