
COVID: dr. Andrew William Tulle dan dr. Rezki Tantular, Sp.P., dua pakar dari Universitas Brawijaya. (Foto: Istimewa)
MALANG POST – Pakar paru dari Universitas Brawijaya dr. Rezki Tantular, Sp.P mengimbau agar masyarakat tidak panik dan tetap waspada terhadap peningkatan kasus COVID-19 di sejumlah negara.
Dokter Rezki menjelaskan saat ini COVID-19 sudah menjadi siklus yang kondisinya bisa mengalami fase naik dan turun
“Masyarakat diimbau untuk tidak panik dan tetap waspada terhadap kasus COVID-19 yang kembali meningkat. Pada kasus COVID-19 yang lama masyarakat sudah banyak yang melakukan vaksin.”
“Namun tetap harus menjaga kesehatan dan kewadpadaan. Jika sakit tetap menggunakan masker. Karena yang namanya virus pasti tidak akan pernah hilang,” katanya.
Rezki Tantular menambahkan peningkatan kasus COVID-19 di Asia, khususnya di Thailand yang sudah mencapai 50 ribu kasus dalam 8 hari, dan sekitar 100 ribu dalam sebulan.
Singapura dan Hongkong juga mencatat peningkatan. Meskipun demikian, laporan di tingkat global malah menurun misalnya di negara Brazil yang mengalami puncaknya pada Februari.
Rezki juga sepakat bahwa virus COVID-19 sekarang hanya sub-varian dari virus varian omicron yakni.
“Apakah variannya baru? Jawabannya adalah tidak, yang beredar adalah sub-varian omicron,” jelasnya.
Indonesia tidak melakukan tes massal secara rutin, sehingga kasus yang ada tidak sepenuhnya terdeteksi. Meskipun demikian, kondisi masyarakat saat ini lebih kebal karena banyak yang sudah vaksin dan sudah pernah terinfeksi.
“COVID-19 masih ada di Indonesia. Namun, sudah dianggap endemi, bukan pandemi lagi.” ujar dr Rezki.
Dr. Rezki menyarankan agar selalu melakukan cross checking atas segala informasi yang beredar mengenai COVID-19 dan virusnya. Misalnya, munculnya informasi menyesatkan di media bahwa vaksin COVID-19 tidak dianjurkan untuk wanita hamil dan anak-anak.
“Informasi ini salah dan justru pada saat terjadi peningkatan kasus, vaksinasi tetap diperlukan.”
Dia juga menyarankan agar masyarakat Jangan mudah percaya pada informasi (hoaks) dari media, vaksinasi tetap penting, dan surveilans perlu ditingkatkan serta kesadaran masyarakat untuk menjaga kesehatan krusial.
Sementara itu, Pakar virus sekaligus dosen di Fakultas Kedokteran (FK) UB, dr. Andrew William Tulle, M.Sc mengatakan virus COVID-19 nyatanya tidak pernah menghilang hanya saja, jumlahnya yang menurun di Indonesia.
“Tapi sejujurnya, COVID-19 masih ada, cuma memang tidak separah dulu.”
Menurutnya virus ini terus berubah menjadi varian-varian baru. Sekalipun kita sudah mendapatkan vaksin, tubuh mempunyai batas daya tahan.
Saat ketahan tubuh menurun, ditambah munculnya virus COVID-19 varian baru, bermutasi, lebih mudah masuk, mudah tersebar. Sehingga kasus COVID-19 naik kembali.
COVID-19 yang akhir-akhir ini merebak merupakan virus varian baru yang induknya masih omikron. Menurut laporan resmi, di Thailand di temukan varian XAC sama JN1, di Singapura LF7 dan NB1.8, di Malaysia XAC sama JN1.
“Itu masih bagian omikron sebenarnya,” jelas dr Andrew.
Andrew juga menjelaskan bahwa varian baru ini mengalami mutasi yang membuatnya lebih kuat, berikatan dengan reseptor pada saluran pernapasan.
Sehingga lebih mudah ditransmisikan antara orang dibandingkan varian yang sebelumnya. Meskipun cara virus ini bertransmisi masih sama yakni lewat droplet, batuk, dan bersin.
“Meskipun bermutasi dan lebih kuat berikatan reseptor, bukan berarti dia lebih mudah ditransmisikan kaya aerosol gitu, tidak,” jelasnya.
Aerosol merupakan istilah umum yang mengacu pada partikel padat atau cair yang sangat kecil dan ringan. Sehingga dapat tersuspensi dan mengapung di udara. Contoh partikel yang tergolong aerosol yakni debu, asap, dan virus yang menular lewat udara.
Andrew menyarankan untuk melakukan vaksinasi kembali yang telah disesuaikan dengan varian virus terbaru yang tersebar. Apabila menggunakan vaksin lama masih bisa namun, daya tangkalnya menjadi menurun.
“Kalau di luar negeri seperti di Amerika hampir setiap tahun mereka membuat varian vaksin baru menyesuaikan dengan varian virus yang terbaru menyebar.”
Meskipun virus ini terjadi secara lintas bantas negara, dr. Andrew belum melihat urgensi untuk adanya penutupan aktivitas lintas negara namun, tetap perlu waspada.
“Misalnya, ada orang dari luar negeri yang sudah sakit, kita cek kesehatannya. Jika COVID-19, kita perlu tindakan seperti dulu; kita lihat kontaknya siapa saja dan dibatasi aktivitasnya. Tapi, tidak perlu sampai menutup perbatasan,” terangnya. (Humas/M Abd Rachman Rozzi-Januar Triwahyudi)