
DEWAN: Suryadi,,Wakil Ketua Komisi D DPRD Kota Malang dan Ginanjar Yoni W, Anggota Komisi D DPRD Kota Malang. (Foto: Istimewa)
MALANG POST – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) agar pemerintah pusat dan daerah menggratiskan sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP) baik negeri dan swasta, mendapat Respons dari beberapa anggota Komisi D DPRD Kota Malang. Karena putusan MK itu tidak hanya mengikat di pemerintah pusat, tetapi juga di pemerintah kota dan kabupaten. Termasuk Kota Malang.
“Saya kira putusan MK ini kan cukup mengikat. Karena cukup mengikat, maka kota/kabupaten, terutama di Kota Malang, tentu sudah mulai merancang adanya kesiapan-kesiapan soal keputusan MK ini,” kata Drs Suryadi, Wakil Ketua Komisi D DPRD Kota Malang.
Menurut Suryadi, saat ini pihaknya, termasuk eksekutif, masih menunggu petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis) terkait putusan MK itu. Karena sampai saat ini jumlah dan juknisnya belum ada.
Diungkapkan Suryadi, ini penting karena putusan itu menyangkut di dua lembaga pendidikan. Yaitu negeri dan swasta. “Kalau negeri, penggratisan itu kan sudah biasa. Sudah dilaksanakan,” ungkapnya.
Namun, yang di swasta ini yang kini belum terbiasa. Mereka rata- rata berbasis yayasan dan mandiri. Tentu ini membuat segala operasional pelaksanaan pendidikan berbasis kemandirian. Meski di satu sisi ada suntikan-suntikan dana Bosda ke lembaga-lembaga swasta, tetapi di sisi yang lain lembaga swasta ini juga harus berpikir keras agar proses dalam operasionalnnya bisa terus berjalan.
“Terutama juga salah satu kunci, sekolah ini berjalan, efektif dan kemudian dianggap sekolah ini sehat dan ideal, ya manakala kuncinya ini adalah keberadaan murid itu sendiri. Kalau muridnya ibanyak, maka tentu kelembagaan itu akan hidup. Operasinal pun akan jalan,” papar Suryadi.
Menurutnya, memang yang perlu dipikirkan bersama-sama adalah bagaimana kesiapan dari lembaga swasta itu. Nah ini, perlu adanya pendekatan dari pemerintah untuk kemudian juga duduk secara bersama-sama. Bagaimana kira-kira persiapan dan kesiapannya. Jangan sampai nanti, ada satu lembaga, dan regulasi ini diterapkan tetapi ini membunuh lembaga-lembaga itu sendiri yang tidak siap.
“Saya yakin kalau negeri pasti siap. Tetapi yang lembaga swasta? Jangan sampai hal ini terjadi pembunuhan-pembunuhan pada lembaga-lembafa yang swasta ini,” katanya.
Karena itu, terkait pelaksanaan putusan MK itu butuh kajian mendalam. Melibatkan eksekutif, legislatif, akademisi dan lainnya.
Terkait anggaran pendidikan Kota Malang, lanjut Suryadi, sebelum ada putusan MK, sudah melebihi mandatori UU. Sesuai mandatori, anggaran pendidikan itu 20 persen dari APBD. Namun, Kota Malang untuk tahun 2025 sudah hampir 23 persen.
Selain itu, di APBD 2025 Kota Malang ada anggaran untuk seragam gratis bagi siswa SD dan SMP sebesar Rp 6,4 miliar. “Untuk Bosda daerah 2025 aman. Termasuk anggaran PAUD,” jelasnya.
Suryadi kembali mengingatkan bahwa kebutuhan di masing-masing lembaga swasta itu berbeda. Potensi kelemahannya juga berbeda-beda. Sehingga dia berharap ada penopang untuk menguatkan secara bersama-sama.
Dia mengungkapkan, apabila penggratisan itu harus ditanggung daerah sendiri, jelas tidak mampu. Karena itu, butuh penopang atau sharing dari pusat. “Saya yakin pusat punya rancangan dan akan tampak terlihat setelah juklak dan juknisnya nanti ada,” pungkas politisi Golkar ini.
Anggota Komisi D DPRD Kota Malang lainnya, Ginanjar Yoni Wardoyo mengatakan, putusan MK menang harus dipatuhi. Tetapi putusan itu kan terjadi di tengah anggaran yang sudah berjalan. Baik di pusat dan daerah. Sehingga harus ada penyesuaian skema. Saat ini, pemerintah pusat masih koordinasi dengan Kemenkeu.
Di daerah pun, Dinlsdikbud harus koordinasi dengan tim anggaran pemerintah daerah dan dewan. Berarti harus ada penataan ulang, penyesuaian penganggaran.
Selanjutnya, dari putusan MK itu untuk swasta, tidak ada yang membunyikan.dilarang memungut biaya. Artinya masih ada peluang, swasta menarik atau memungut biaya denga kaidah-kaidah tertentu.
“Itu yang harus dipahami. Jadi tidak murni swasta andalkan dana dari pemerintah. Tetapi masih memungkinkan menarik dana-dana tertentu.
Seperti diketahui, MK memutuskan agar pemerintah pusat dan daerah menggratiskan sekolah negeri dan swasta untuk jenjang SD hingga SMP. Putusan sekolah gratis itu dibacakan dalam sidang di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (27/5/ 2025.
Delapan hakim MK mengabulkan sebagian gugatan yang diajukan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) dan tiga pemohon atas nama Fathiyah, Novianisa Rizkika, dan Riris Risma Anjiningrum. Mereka menggugat Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas). Pemohon meminta MK memutuskan agar wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar yang dilaksanakan di sekolah negeri maupun sekolah swasta tak dipungut biaya.(Eka Nurcahyo)