
MALANG POST – Tiga pakar hukum dari Universitas Widyagama, Universitas Islam Malang (Unisma), dan Universitas Merdeka (Unmer) Malang, menyampaikan tanggapan kritis dan konstruktif terhadap hasil webinar sosialisasi R KUHAP, bertajuk “Menuju Sistem Peradilan Pidana yang Efisien, Adil, dan Terpadu” yang digelar Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, beberapa waktu lalu.
Webinar Kementerian Hukum RI tersebut diikuti oleh akademisi, praktisi hukum dan instansi penegak hukum dari seluruh Indonesia. Sebagai bagian dari proses penyempurnaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang akan diberlakukan pada 2026 sesuai UU No. 1 Tahun 2023.
Dekan Fakultas Hukum Universitas Widyagama Malang, Dr. Ibnu Subarkah, SH, M.Hum, menyampaikan, sosialisasi R KUHAP merupakan langkah maju dalam memperbaiki sistem peradilan pidana, yang selama ini belum sepenuhnya memenuhi prinsip keadilan, kepastian hukum dan kepatuhan terhadap asas-asas hukum acara pidana.
“Kami memandang pelaksanaan webinar ini sangat penting, sebagai bentuk harmonisasi perspektif antar lembaga pendidikan hukum dan pemerintah.”
“Materi yang disampaikan, merefleksikan harapan akan KUHAP yang mampu mewujudkan keadilan prosedural dan perlindungan hukum bagi semua pihak,” ujar Dr. Ibnu.
Pembaruan KUHAP, tambahnya, bukan sekadar revisi normatif. Namun menyangkut transformasi nilai hukum, yang sejalan dengan dinamika masyarakat. Perubahan pasal-pasal dalam KUHAP harus mencerminkan nilai baru dan tidak bisa dilakukan secara instan.
“Kami berharap Kemenkumham tidak melihat perubahan KUHAP, seperti membalikkan mata uang. Ini bukan hanya soal pasal dan norma. Tapi tentang nilai dan nafas keadilan itu sendiri.”
“Aspek kelembagaan dan kualitas manusianya juga harus dibangun agar sistem pidana kita benar-benar terpadu,” tegasnya.

Sebagai institusi pendidikan hukum yang aktif menjalin kerja sama dengan lembaga penegak hukum seperti Polri, FH Widyagama menegaskan dukungannya, terhadap prinsip equality before the law, peradilan cepat dan kepastian hukum bagi para pencari keadilan.
“Keadilan itu mahal. Maka setiap individu yang mengakses pengadilan, harus mendapatkan perlakuan yang sama.”
“Dari webinar, kami menangkap urgensi memperkuat asas prosedural dalam hukum acara pidana, yang akan menjadi titik tolak KUHAP baru di tahun 2026,” tambahnya.
Ia menyebut, Malang melalui kampus Widyagama, telah berkomitmen untuk turut serta menyukseskan pembaruan KUHAP agar selaras dengan nilai-nilai baru dalam masyarakat.
Sedang Dekan Fakultas Hukum Unisma Malang, Dr. Arfan Kaimuddin, SH, MH, menyambut positif sosialisasi RUU KUHAP.
Menurutnya, arah pembaruan KUHAP harus mampu menjamin efisiensi proses hukum sekaligus memastikan perlindungan terhadap hak-hak tersangka dan korban.
“Saya berharap ke depan sistem peradilan pidana bisa berjalan lebih efisien, efektif dan menjamin hak semua pihak. Dengan upaya yang sedang dilakukan Kemenkumham, semoga tujuan kita menuju sistem yang lebih baik dapat terwujud,” ujarnya.
Sementara itu, dosen Fakultas Hukum Universitas Merdeka Malang, Dr. Faturahman, SH, M.Hum, mengapresiasi semangat pembaruan dalam R KUHAP.
Ia menilai Rancangan KUHAP ini harus bersifat responsif, adaptif, dan rekonstruktif, agar dapat menjawab persoalan nyata dalam praktik peradilan pidana.
“Pesan saya, agar KUHAP ini menjadi payung hukum yang bisa menciptakan keadilan dan kepastian. Salah satu yang harus diperhatikan adalah kejelasan tugas dan wewenang antar subsistem dalam sistem peradilan pidana,” ujar Dr. Faturahman.
Ia menegaskan pentingnya tidak ada tumpang tindih kewenangan antara penyidik, jaksa, hakim dan advokat sebagai penyeimbang dalam sistem hukum.
“Ketika KUHAP diberlakukan nanti, masing-masing sub sistem penegak hukum harus memiliki batas tugas yang jelas dan tegas. Hal ini krusial untuk menciptakan proses peradilan yang menjamin keadilan, kepastian, dan kemanfaatan hukum,” pungkasnya.
Sosialisasi R KUHAP yang diselenggarakan oleh Kemenkumham mendapat respon positif dari kalangan akademisi hukum di Malang.
Ketiga pakar menekankan pentingnya pembaruan KUHAP sebagai pijakan sistem peradilan pidana yang adil, efisien, dan berpihak pada keadilan substantif.
Mereka sepakat bahwa pembaruan hukum harus sejalan dengan nilai masyarakat, memperjelas batas kewenangan antar penegak hukum, serta menjamin hak semua pihak secara berimbang dalam proses peradilan. (*/Ra Indrata)