
MALANG POST – Sebagai organinisasi mahasiswa, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), selalu mendorong kesadaran kritis mahasiswa.
Apalagi sikap kritis mahasiswa, adalah kunci dalam membentuk generasi yang mampu berpikir mandiri dan menganalisis informasi dengan tajam.
Penegasan itu disampaikan Ketua BEM Universitas PGRI Kanjuruhan Malang, Am Adib ‘Abidatama, saat menjadi narasumber talkshow di program Idjen Talk. Yang disiarkan langsung Radio City Guide 911 FM, Jumat (30/5/2025).
Apalagi, katanya, dalam mengangkat isu-isu kritis, BEM menghadapi tantangan utama. Berupa kurangnya kepekaan sebagian mahasiswa, pada isu internal kampus maupun nasional.
“Untuk mengatasi hal ini, BEM terus berupaya menyadarkan dan memberikan motivasi ke anggota BEM, melalui kajian-kajian yang didukung bukti yang konkret,” ujarnya.
Selain itu, juga dengan menciptakan ruang bagi mahasiswa untuk menyampaikan pendapat tanpa takut salah. Diskusi kelas yang terbuka, akan mengasah kemampuan berpikir kritis mereka.
“BEM juga terus mendorong mereka, untuk mencari informasi dari berbagai sumber, membandingkan, dan mengevaluasi kredibilitasnya.”
“Juga membangun budaya akademik, yang menghargai perbedaan pendapat. Sehingga mahasiswa terbiasa mengemukakan ide dengan percaya diri,” katanya.
Menurut Adib, ketika BEM bisa memasifkan program yang diangkat, juga bisa menarik mahasiswa untuk bergabung dan mengembangkan soft skill, termasuk berpikir kritis.
Karena mahasiswa yang berpikir kritis, akan mampu menghadapi tantangan dunia dengan lebih percaya diri dan solutif.
Sementara itu, dalam kacamata Wakil Rektor 3 Kemahasiswaan, Alumni dan Keagamaan Universitas Islam Malang, Dr. Muhammad Yunus, keberadaan organisasi mahasiswa di lingkungan kampus, memiliki eksistensi yang strategis dan berdampak positif pada pengembangan soft skill mahasiswa.
“Dengan bergabung pada organisasi mahasiswa di kampus, mahasiswa bisa mengembangkan soft skill. Seperti kemampuan berkomunikasi, membangun jejaring dan mampu bersikap kritis,” katanya.
Organisasi mahasiswa, tambahnya, bukan hanya sebagai wadah formalitas. Tapi bisa menjadi ruang kritis yang mendukung pengembangan kelembagaan. Dimana mahasiswa juga bisa mengasah kemampuan berpikir kritis. (Anisa Afisunani/Ra Indrata)