
MALANG POST – Kota Batu berhasil mempertahankan predikat opini wajar tanpa pengecualian (WTP) sebanyak 10 kali berturut-turut dari BPK RI sejak 2015 lalu. Capaian ini cukup penting dalam rangka meningkatkan akuntabilitas pengelolaan daerah agar kepercayaan masyarakat meningkat terhadap kinerja Pemkot Batu.
Meski diganjar predikat WTP, ada catatan penting dari BPK RI terkait pengendalian intern dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan. Pemkot Batu harus menindaklanjuti catatan yang diberikan lembaga pemeriksa keuangan itu. Catatan yang diberikan meliputi pengelolaan pajak barang dan jasa tertentu atas jasa perhotelan, makan dan minuman serta jasa kesenian dan hiburan.
Lalu, pengelolaan dan penatausahaan aset tetap yang belum memadai, serta inveratisir aset potensi properti investasi masih belum sepenuhnya sesuai standar akutansi pemerintahan berbasis akrual nomor 17 tentang properti investasi.
Ketiga rekomendasi BPK itu wajib ditindaklanjuti melalui penyusunan rencana aksi yang tepat dan cepat. Jawaban atas rekomendasi tersebut harus disampaikan Pemkot Batu paling lambat 60 hari setelah hasil pemeriksaan diterima.
“Kami yakin atas kerja sama eksekutif dan legislatif permasalahan tersebut bisa diselesaikan. Maka saran DPRD sebagai mitra kerja sangat penting untuk menyempurnakan tata kelola keuangan daerah agar opini WTP bisa dipertahankan,” urai Wali Kota Batu, Nurochman, Selasa (27/5/2025).
Dia menambahkan, laporan pertanggungjawaban APBD 2024 disusun berdasarkan capaian kinerja target pendapatan, belanja, transfer, pembiayaan daerah, SiLPA atas perubahan postur keuangan daerah tahun 2024 yang telah diaudit BPK. Sisi pendapatan daerah terealiasasi Rp1,084 triliun atau 97,64 persen dari target Rp1,11 triliun. Realisasi itu menunjukkan peningkatan sebesar Rp36,7 miliar.

TERIMA PENGHARGAAN: Wali Kota Batu, Nurochman saat menerima penghargaan WTP dari BPK RI sebanyak 10 kali berturut-turut. (Foto: Istimewa)
Sektor pendapatan asli daerah (PAD) berkontribusi terhadap pendapatan daerah sebesar Rp257,76 miliar atau terealisasi 91,65 persen dari target Rp281,2 miliar. Sektor PAD meningkat 15,96 persen dibanding tahun anggaran 2023 sebelumnya. Sisi pendapatan daerah juga didapat dari pendapatan transfer untuk mempersempit disparitas sumber pendanaan antara pemerintah pusat dan daerah.
Pendapatan transfer mencapai 99,54 atau terealisasi Rp817,8 miliar dari target Rp821,6 miliar. Ada peningkatan sebesar 0,06 persen dibanding tahun 2023 sebelumnya. Komponen pendapatan daerah juga dihimpun dari sumber lain-lain yang sah senilai terealisasi Rp9,32 miliar atau 112,41 dari target Rp8,29 miliar.
“Tentunya kita perlu meningkatkan motivasi dan kinerja agar kemandirian keuangan daerah optimal, sekaligus mewujudkan tata kelola keuangan yang akuntabel,” ujar Cak Nur.
Sementara pada sisi belanja daerah secara akumulatif terealisasi 86,91 persen atau Rp1,13 triliun dari target Rp1,3 triliun. Realisasi belanja membengkak menjadi 85,23 persen dibanding tahun 2023 lalu. Belanja daerah mencakup beberapa komponen, seperti belanja pegawai yang terealisasi Rp407,75 miliar atau 92,68 persen dari target Rp439,95 miliar.
Berikutnya belanja barang dan jasa terealisasi 83,44 persen atau Rp410,69 miliar dari plafon anggaran Rp492,2 miliar. Belanja hibah terealisasi 96,45 persen atau Rp90,6 miliar dari plafon anggaran Rp93,98 miliar. Belanja bantuan sosial tersalurkan Rp8,8 miliar atau 78,53 persen dari plafon anggaran Rp11,2 miliar.
Belanja modal terealisasi Rp104,96 miliar atau 85,46 persen dari plafon anggaran Rp122,82 miliar. Belanja tak terduga (BTT) terserap Rp7,2 miliar atau 20,48 persen dari plafon anggaran Rp35,1 miliar.
Realisasi tersebut dihitung berdasarkan pencairan yang langsung dilakukan BKAD. Digunakan untuk belanja pengembalian bantuan keuangan khusus provinsi bidang pendidikan, pariwisata, kesehatan dan pemberdayaan desa. (Ananto Wibowo)