
MALANG POST – Gunung Lesung, sebuah gunung yang berada di kawasan Bali Utara, tepatnya di Kabupaten Buleleng. Dikenal bukan hanya karena keindahan alamnya, tetapi juga karena nilai spiritual dan budaya yang melekat kuat pada setiap jengkal tanahnya.
Di tengah meningkatnya tekanan aktivitas wisata dan minimnya kesadaran lingkungan dari sebagian pendaki, dua komunitas pecinta alam yang berbeda latar belakang namun satu visi.
Yakni Ikatan Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Brawijaya (IMPALA UB) dan Baga Raksa Alas Mertajati (BRASTI), melakukan aksi kolaboratif bertajuk “Clean-Up Gunung Lesung dan Pencarian Bibit Endemik Cemara Pandak (Dacrycarpus imbricatus)”.
Kegiatan ini dilaksanakan pada Jumat (23/5/2025) dan diikuti oleh dua delegasi IMPALA UB, yaitu Dika Akmalul Azzam dan Widya Putri Febriyanti, yang bekerja sama langsung dengan anggota BRASTI selaku penjaga hutan adat di kawasan Alas Mertajati.
Gunung Lesung dipilih sebagai lokasi kegiatan bukan tanpa alasan. Gunung ini merupakan salah satu titik penting dalam lanskap spiritual masyarakat Bali karena di puncaknya berdiri Pura Puncak Anglayang.
Sebuah pura yang dikeramatkan dan dipercaya sebagai tempat suci pemujaan para dewa. Namun, keasrian dan kesakralan tempat ini kian terancam akibat meningkatnya jumlah pendaki dan wisatawan yang belum sepenuhnya memiliki kesadaran untuk menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungan.
Selama kegiatan berlangsung, tim melakukan aksi bersih-bersih di sepanjang jalur pendakian, mulai dari kaki gunung hingga mencapai puncaknya di Pura Puncak Anglayang.
Puluhan sampah non-organik seperti plastik makanan, botol minuman, dan sisa logistik lainnya dikumpulkan dan dibawa turun untuk dimusnahkan secara bertanggung jawab.
Aksi ini tidak hanya berfungsi sebagai upaya pemulihan ekosistem. Tetapi juga sebagai bentuk edukasi kepada pendaki lain. Bahwa menjaga kebersihan gunung adalah bagian dari tanggung jawab moral terhadap alam dan masyarakat adat setempat.
Selain aksi bersih gunung, kegiatan ini juga mencakup misi konservasi yang lebih dalam, yaitu pencarian dan identifikasi bibit Cemara Pandak (Dacrycarpus imbricatus) spesies pohon endemik dataran tinggi yang memiliki nilai ekologis penting sebagai penyangga sistem hutan pegunungan.
Pohon ini dikenal dengan ciri khas daunnya yang berbentuk jarum dan pertumbuhannya yang lambat, serta perannya dalam menjaga keseimbangan kelembaban tanah dan ekosistem mikro.
Cemara Pandak kini kian langka akibat deforestasi, perubahan iklim, dan minimnya regenerasi alami di habitat aslinya. Oleh karena itu, pencarian bibit dilakukan dengan pendekatan etnobotani yang melibatkan pengetahuan lokal dari BRASTI serta identifikasi lapangan menggunakan prinsip dasar ekologi dan konservasi tumbuhan.
Bibit yang ditemukan akan dibawa ke persemaian tradisional untuk dikembangkan, dan dalam jangka panjang akan ditanam kembali di kawasan hutan yang mengalami degradasi, khususnya di gunung Lesung itu sendiri.
Kolaborasi antara IMPALA UB dan BRASTI menjadi contoh nyata sinergi antara akademisi dan komunitas adat dalam menjaga keberlanjutan ekosistem hutan. Bagi IMPALA UB, kegiatan ini merupakan bagian dari misi edukatif dan konservatif yang telah menjadi bagian dari identitas organisasi sejak berdirinya.
Sementara bagi BRASTI, kegiatan ini menjadi penguatan dari peran mereka sebagai krama alas atau penjaga spiritual dan ekologis hutan Bali. Perpaduan dua perspektif ini ilmiah dan kultural menghasilkan pendekatan konservasi yang lebih inklusif, berkelanjutan, dan menghormati nilai-nilai lokal.
Tak hanya berhenti pada aksi fisik, kegiatan ini juga menjadi ruang refleksi tentang pentingnya menjaga keharmonisan antara manusia dan alam. Gunung Lesung, dengan kabutnya yang pekat, pepohonan yang tinggi menjulang, dan aura spiritual yang kuat.
Mengajarkan bahwa alam bukan sekadar objek untuk ditaklukkan. Melainkan ruang hidup yang harus dihargai, dijaga, dan diwariskan. Di sinilah peran generasi muda menjadi penting sebagai pembawa semangat konservasi dari kampus ke lapangan, dan dari diskusi ilmiah ke aksi nyata.
Dengan berakhirnya kegiatan ini, harapan besar tertanam bahwa akan semakin banyak kolaborasi serupa di masa depan. Gunung Lesung mungkin hanyalah satu dari sekian banyak kawasan hutan yang terancam.
Mamun melalui langkah kecil seperti ini, gelombang perubahan besar bisa dimulai. Sebab menjaga alam bukan sekadar pilihan, melainkan sebuah panggilan nurani (*/M Abd Rachman Rozzi-Januar Triwahyudi)