
MALANG POST – Pemkot Batu mendukung penuh revitalisasi dan ekspansi buah apel ke pasar internasional. Hal tersebut diungkapkan Wali Kota Batu, Nurochman saat melakukan kunjungan ke salah satu pabrik pengolahan produk apel Dhilanmesindo di Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu.
Kunjungan tersebut sebagai bagian dari komitmen Pemkot Batu dalam mendorong revitalisasi industri buah apel lokal dan memperluas penetrasi pasar internasional.
Dalam kunjungannya, Cak Nur disambut langsung oleh pemilik Pabrik Apel, Alfredo. Dia mengaku sangat bangga dengan anak muda yang telah berani mengangkat kembali buah apel, sebagai buah khas Kota Batu dengan berbagai produk olahan seperti apel celup, cuka apel dan produk lainnya yang bernilai jual tinggi.
Cak Nur juga berkesempatan melihat langsung proses produksi Apel Celup, salah satu produk olahan apel yang dijual di Pabrik Apel tersebut.
“Pemerintah berkomitmen untuk mengangkat kembali Buah Apel sebagai buah asli Kota Batu. Tentunya, support dari pelaku usaha seperti Pabrik Apel ini akan menjadi salah satu cara mengangkat kembali Buah Apel,” tutur Cak Nur, Selasa (27/5/2005).
Lebih lanjut, Cak Nur juga berkesemptan untuk merasakan nikmatnya Apel Celup yang berbahan dasar Apel Manalagi dan Rome Beauty, ditengah sejuknya udara Kota Batu.
Wali Kota menyampaikan bahwa produk Apel Celup yang diproduksi di Pabrik Apel harus masuk ke sektor pariwisata di Kota Batu, seperti perhotelan dan pusat oleh-oleh, serta berharap dapat merambah ke pangsa pasar internasional.
“Produk ini (Apel Celup) bagus dan potensial untuk masuk ke sektor perhotelan, juga pasar internasional,” ujarnya.
Sebagai informasi, satu kemasan Apel Celup dijual seharga Rp25 ribu dengan isi 20 kantong. Dalam sebulan kurang lebih 1 hingga 2 ton diproduksi oleh Pabrik Apel dan dijual hingga New Zealand.
“Bicara soal apel, sampai saat ini di Kota Batu hanya ada empat varietas. Yakni apel manalagi, anna, room beauty dan green smith atau apel hijau Australia. Hanya itu saja dari dulu,” tuturnya.

OLAHAN APEL: Wali Kota Batu, Nurochman saat mengunjungi salah satu pabrik pengolahan apel di Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu. (Foto: Ananto Wibowo/Malang Post)
Secara historis varietas apel itu dibawa oleh Belanda karena menjadi buah favorit orang Belanda. Lalu direkayasa di Indonesia sehingga bisa tumbuh di negara dua musim meski basic-nya dari empat musim.
Menurut Alfredo, ini beda dengan buah yang lai seperti jeruk, alpukat dan lainnya. Semua jenis buah-buahan itu varietasnya berkembang.
“Jadi kalau saya pikir, di sini itu ada balai jestro milik Kementerian Pertanian di daerah Oro-Oro Ombo, tapi tidak ada yang fokus pembibitan buah apel. Seharusnya kalau ada penetrasi dari pemerintah karena di sini kan ada anggota dewan, pemkot, DPR RI juga ada, seharusnya bisa didorong untuk pengembangan buah apel,” paparnya.
Menurutnya, sudah selayaknya pemerintah membuat demplot, semacam metode penyuluhan pertanian yang dilakukan dengan membuat lahan percontohan, untuk memperkenalkan dan memperagakan teknik-teknik pertanian, balai penelitian dan pembibitan buah apel.
Hal tersebutlah yang saat ini paling dibutuhkan petani. Jadi apabila varietas apel manalagi tidak bisa bertahan, cobalah datangkan 20 atau 30 bibit dari beragam varietas dari luar negeri, diuji cobakan, mana yang bisa bertahan dengan iklim Kota Batu yang seperti ini.
Alfredo sendiri telah membuktikan, apel Australia atau hijau yang dulu tidak laku, tapi karena pasar menginginkan, buah yang lebih manis seperti manalagi dan sebagainya, sehingga dulu banyak ditebang diganti vairetas lain.
Tapi sekarang, apel hijau harganya bagus karena banyak orang tahu kalau apel hijau itu vitaminnya banyak. Belum lagi terkait obat, pestisida dan kebutuhan lainnya.
“Obat-obatnya sudah diatur oleh industri obat-obatan pertanian. Belum lagi petani saat jual tidak ada kepastian harga. Melihat kondisi saat ini, pertanian di Indonesia sangat berat,” katanya.
Saat ini dirinya juga tengah melakukan uji coba 10 bibit apel hijau. Dia melihat, dulu apel hijau lebih bertahan terhadap penyakit dibanding manalagi.
“Inilah yang seharusnya dilakukan pemerintah, dari hulu hingga hilirnya, yakni regulasinya diperbarui, infrastruktur, proses tanam dan panen, pengolahan dan produksi, kemudian jual. Semuanya diperbaiki,” tutupnya. (Ananto Wibowo)