
MALANG POST – Desa Jedong, Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang, sangat terdampak polemik TPA Supiturang milik Kota Malang.
Bahkan warga sekitar, merasakan bau sampah dari TPA Supiturang sejak 10 tahun terakhir. Padahal di awal buka, tidak seperti sekarang. Karena sampahnya tidak menumpuk.
Kepala Desa Jedong, Tekat Wahyudi menjelaskan hal tersebut, saat menjadi narasumber talkshow di program Idjen Talk. Yang disiarkan langsung Radio City Guide 911 FM, Senin (26/5/2025).
“Bahkan kalau masuk musim hujan, bau sampah bergeser ke desa desa sekitar. Seperti Pandanlandung dan Kalisodo.”
“Belum lagi stigma orang luar yang masuk ke Desa Jedong, yang menyebut kalau Jedong identik bau sampah,” katanya.
Meski pihaknya mengakui, ada tuntutan yang disampaikan sudah terealisasi. Jadi warganya diperbolehkan buang sampah di TPA Supit Urang dan adanya kompensasi berobat gratis ke Puskesmas Mulyorejo.
Tapi tetap persoalaan bau sampah, yang mengganggu sampai sekarang terjadi.
Kepala DLH Kota Malang, Noer Rahman Wijaya menyampaikan, setiap harinya sampah yang masuk ke TPA Supit Urang sekitar 700 ton. Dengan kondisi luasan TPA Supit Urang 32 hektar.
“Melihat persoalan bau sampah di TPA Supit Urang, dari analisa yang didapat dikarenakan air lindi sampah.”
“Maka dari itu, kami sudah kerjasama dengan pihak lain, untuk pembuatan bio enzim dengan tujuan mengurangi dampak bau, sampai lalat yang masuk ke pemukiman warga,” sebutnya.
Pihaknya juga terus mengupayakan beberapa hal, untuk persoalan TPA Supit urang, yang semakin kompleks dan berdampak ke banyak orang. Tapi pihaknya meyakini butuh waktu dan bukan hal yang mudah.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi C DPRD Kota Malang, Dito Arief menambahkan, sampai saat ini gunung sampah di TPA Supit Urang memang masih ada. Dari luasan menyeluruh 32 hektar, gunung sampah memenuhi 16 hektarnya.
“Kondisi ini sudah bertahun tahun lamanya. Tidak heran kalau sampai membuat bau tidak sedap semakin menguat,” katanya.
Dalam pengelolaan sampah sendiri, kata Dito, beberapa cara sudah dilakukan. Mulai dari open dumpling, control landfill, sanitary landfill dan yang akan dilakukan tahun ini dengan metode Local Service Delivery Improvement Program (LSDP).
Pihaknya sempat turun langsung ke lokasi, termasuk mengadakan rakor dengan menghadirkan tiga kepala desa terdampak, Kepala DLH Kota Malang dan Kabupaten Malang
“Yang jadi tawaran pengajuan soal kompensasi diadakan sumur artesis, yang dianggarkan DPRD Kota Malang dan disiapkannya ambulans siaga,” sebutnya.
Sedang anggota Komisi 3 DPRD Kabupaten Malang, Abdul Qodir berharap, Pemerintah Kota Malang memiliki langkah langkah konkret, untuk persoalan TPA Supiturang. Mengingat dampaknya juga meluas sampai di wilayah Kabupaten Malang.
“Pada Oktober 2023 lalu, sempat datang ke dewan perwakilan tiga desa terdampak. Waktu itu Pj. Wali Kota Malang, Wahyu Hidayat menjanjikan berbagai solusi, meskipun tidak semuanya diterima warga.
“Waktu itu sempat ada tawaran, kalau pemenuhan air bersih warga terdampak diambilkan dari PDAM KOTA Malang. Airnya diambil dari Kabupaten Malang yang kemudian dikelola Kota Malang. Lalu mau dijual ke warga Kabupaten Malang, tentu opsi ini ditolak warga,” tegasnya.
Abdul menambahkan, akhirnya dari hasil pertemuan terakhir disepakati, nanti ada support anggaran dari Pemkot Malang, untuk membuat sumur artesis warga terdampak. (Wulan Indriyani/Ra Indrata)