
MALANG POST – Sebanyak 15 Guru Besar Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Brawijaya (UB) menyampaikan pernyataan sikap. Mereka menanggapi sejumlah kebijakan pemerintah yang dinilai melemahkan dunia pendidikan kedokteran di Indonesia.
Suara Keprihatinan Guru Besar FK tersebut disampaikan awal pekan ini. Dekan FK UB, Dr. dr. Wisnu Barlianto, M.Si.Med, Sp.A(K) menekankan.
Langkah yang dilakukan para guru besar ini, merupakan bentuk kontribusi nyata dalam mendorong kemajuan pendidikan kedokteran di tanah air.
“Apa yang kita lakukan sekarang benar-benar membawa peran penting dalam kemajuan kedokteran di Indonesia,” tambahnya.
Ketua Dewan Profesor Prof. Sukir Maryanto, S.Si., M.Si., Ph.D, mewakili Dewan Profesor UB menyampaikan. Pihaknya mendukung penuh terhadap sikap kritis sivitas akademika FK. Atas berbagai kebijakan nasional yang dirasa belum mengakomodasi kebutuhan ideal pendidikan kedokteran.
“Kami dari Dewan Profesor mendukung penuh perjuangan pendidikan kedokteran. Kami mendesak kemitraan yang adil.”
“Antara Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pendidikan, serta mendorong suara civitas akademika untuk didengar dalam pengambilan kebijakan,” tegasnya.
Puncak kegiatan ditandai dengan pembacaan Pernyataan Sikap Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya oleh Prof. Dr. dr. Handono Kalim, Sp.PD-KR.
Dalam pernyataannya, para guru besar menyuarakan keprihatinan terhadap kebijakan yang dinilai dapat melemahkan mutu, profesionalisme, serta independensi institusi pendidikan kedokteran di Indonesia.
Dalam pernyataan tersebut, disampaikan empat poin utama:
Pertama, menuntut pemulihan fungsi kolegium kedokteran sebagai lembaga independen yang menetapkan standar kompetensi, kurikulum, dan sistem evaluasi berbasis keilmuan tanpa intervensi eksternal.
Kedua, mendesak kemitraan sejajar dan sinergis antara Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan, kolegium, rumah sakit pendidikan, dan institusi pendidikan kedokteran guna menjamin mutu layanan kesehatan.
Ketiga, menegaskan pentingnya menjaga marwah dan otonomi perguruan tinggi dalam penyelenggaraan pendidikan kedokteran sebagai pondasi keilmuan yang bermartabat.
Keempat, mendukung perbaikan tata kelola pendidikan kedokteran dan pelayanan kesehatan yang berpijak pada prinsip integritas, transparansi, keadilan, dan keberpihakan terhadap masyarakat serta tenaga kesehatan.
Di akhir pernyataannya, Prof. Handono menyampaikan harapannya. Agar pemerintah dan para pemangku kepentingan menanggapi aspirasi ini dengan kebijaksanaan.
“Pernyataan ini adalah bentuk tanggung jawab moral dan profesional para guru besar terhadap masa depan pendidikan kedokteran Indonesia.”
“Kami berharap suara ini tidak hanya didengar, tetapi ditindaklanjuti secara konkret demi perbaikan sistem yang lebih bermutu dan berkeadilan,” tutupnya.
Acara ditutup dengan doa bersama sebagai wujud harapan agar dunia pendidikan, khususnya kedokteran, senantiasa diberi kekuatan dalam menghadapi tantangan zaman dan mampu melahirkan tenaga medis yang unggul serta berintegritas demi kepentingan rakyat Indonesia. (RIB/Humas UB/M Abd Rachman Rozzi-Januar Triwahyudi)