
Kepala Kantor OJK Malang, Farid Faletehan. (Foto: Eka Nurcahyo/Malang Post)
MALANG POST – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Malang terus melaksanakan peran aktifnya dalam mendorong peningkatan literasi dan inklusi keuangan melalui berbagai macam kegiatan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat. Sampai akhir April 2025, OJK Malang telah melaksanakan 34 kegiatan edukasi dan sosialisasi dengan total peserta mencapai 12.552 orang.
Menurut Kepala Kantor OJK Malang, Farid Faletehan, perencanaan pelaksanaan kegiatan itu tentunya mempertimbangkan sasaran target prioritas sesuai Strategi Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan Indonesia (SNLKI) 2021 – 2025.
Di sisi penyelenggaraan layanan konsumen, lanjut dia, OJK Malang telah menerima 601 permintaan layanan konsumen sejak 1 Januari 2025 sampai 30 April 2025.
Layanan konsumen itu, termasuk pemberian informasi (94,34 persen), penerimaan informasi (4,66 persen), dan pengaduan (1 persen). Dari sisi jenis pelaku usaha jasa keuangan, 224 layanan konsumen terkait dengan perusahaan perbankan, 200 layanan konsumen terkait dengan perusahaan IKNB (antara lain perusahaan pembiayaan 90 layanan, peer-to-peer lending 85 layanan, dan asuransi 10 layanan), serta 176 layanan konsumen terkait sektor lainnya (antara lain 89 layanan terkait penipuan).
Sampai akhir April 2025, kata Farid, OJK Malang telah memproses 3.588 permintaan informasi debitur pada Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK), dengan 2.438 permintaan informasi diajukan secara luring dan 1.150 di antaranya diajukan secara daring.
Dalam upaya pemberantasan kegiatan keuangan ilegal, tegas Farid, sejak 1 Januari hingga 30 April 2025, secara nasional OJK telah menerima 2.323 pengaduan terkait entitas ilegal. Dari total itu, 1.899 pengaduan mengenai pinjaman online (pinjol) ilegal dan 424 pengaduan terkait investasi ilegal.
Guna penegakan ketentuan pelindungan konsumen, papar Farid, melalui Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PASTI) pada periode Januari sampai 30 April 2025, OJK telah menemukan dan menghentikan 1.123 entitas pinjol ilegal dan 209 penawaran investasi ilegal di sejumlah situs dan aplikasi yang berpotensi merugikan masyarakat.
Satgas PASTI menemukan nomor kontak pihak penagih (debt collector) pinjol ilegal dan telah mengajukan pemblokiran terhadap 2.422 nomor kontak kepada Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) RI.
“OJK bersama anggota Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PASTI) yang didukung oleh asosiasi industri perbankan dan sistem pembayaran, juga telah membentuk Indonesia Anti-Scam Centre (IASC) atau Pusat Penanganan Penipuan Transaksi Keuangan,” ujar Farid, Rabu (21/5/2025).
Sampai dengan 30 April 2025, IASC telah menerima 105.202 laporan. Terdiri 70.819 laporan disampaikan oleh korban melalui Pelaku Usaha Sektor Keuangan yang kemudian dimasukkan ke dalam sistem IASC. Sedangkan 34.383 laporan langsung dilaporkan oleh korban ke dalam sistem IASC.
Jumlah rekening yang dilaporkan sebanyak 172.624 dan jumlah rekening yang sudah diblokir sebanyak 42.504. “IASC akan terus meningkatkan kapasitasnya mempercepat penanganan kasus penipuan di sektor keuangan,” kata Farid.
Sementara guna mensinergikan dan menerjemahkan RPJPN dan RPJMN menjadi program kerja daerah yang dapat digunakan oleh tim percepatan akses keuangan daerah (TPAKD), telah dilakukan kolaborasi dan sinergi dalam menyusun Indeks Akses Keuangan Daerah (IKAD) untuk memenuhi kebutuhan ketersediaan ukuran inklusi keuangan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
Pada 17 April 2025 telah dilaksanakan pertemuan dan implementasi penyelarasan IKAD bersama Kemenko Perekonomian selaku Ketua Sekretariat DNKI, Bappenas, dan pihak-pihak terkait. Ini sebagai upaya mendukung pelaksanaan Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI).
Keberadaan IKAD sejalan dengan komitmen OJK terhadap penguatan sektor keuangan dan peningkatan akses masyarakat terhadap layanan keuangan melalui berbagai inovasi, upaya, dan inisiatif strategi inklusi keuangan.
Penjabaran lebih lanjut dijelaskan di dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029, yang telah disusun dengan memadupadankan Visi Misi Presiden dan kebijakan RPJPN Tahun 2025-2045. Di dalamnya inklusi keuangan ditetapkan menjadi indikator dalam salah satu Sasaran Utama Prioritas Nasional, dengan target tercapai 91 persen di 2025 dan 93 persen di 2029.
Berbagai tantangan dari kondisi latar belakang geografis, ekonomi, dan pendidikan yang beragam membutuhkan kolaborasi dan sinergi pemangku kepentingan di pusat dan daerah dalam mendukung perluasan akses keuangan yang inklusif dan merata. Untuk mendukung komitmen dan upaya itu, diperlukan ukuran yang dapat memetakan kondisi inklusi keuangan di tingkat kabupaten/kota.
Saat ini telah terbentuk 552 TPAKD di seluruh wilayah Indonesia, yang terdiri dari 38 TPAKD Provinsi dan 514 TPAKD Kabupaten/Kota. TPAKD telah menjalankan perannya dengan menyusun berbagai program kerja yang sesuai kebutuhan masyarakat, dengan berfokus pada kepemilikan dan penggunaan produk/layanan keuangan, penguatan infrastruktur, serta peningkatan literasi keuangan.
Hasil Survei Nasional Literasi Dan Inklusi Keuangan (SNLIK) Tahun 2025.(Eka Nurcahyo)