
MALANG POST – Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Malang menegaskan, pajak kuliner malam bukan untuk angkringan hingga PKL.
Apalagi isu pajak kuliner malam tersebut, bukanlah kebijakan baru. Tetapi sebagai pungutan tambahan saja.
Kepala Bapenda Kota Malang, Handi Priyanto, saat menjadi narasumber talkshow di program Idjen Talk menyebut, pemungutan pajak restoran sebesar 10 persen pun, sudah berlaku sejak lama. Diatur dalam Perda Kota Malang Nomor 4 Tahun 2023.
“Saat ini kami justru sedang mempersiapkan kebijakan yang meringankan. Dengan menaikkan ambang batas omset dari Rp5 juta menjadi Rp10 juta per bulannya.”
“Artinya, ke depan pelaku usaha kuliner yang omsetnya di bawah Rp10 juta, akan dibebaskan dari pajak restoran dan saat ini masih dalam tahap pendataan,” katanya di acara yang disiarkan langsung Radio City Guide 911 FM.
Menyinggung soal kuliner malam, pihaknya menjelaskan jika istilah itu merujuk pada restoran atau cafe yang beroperasi di malam hari. Bukan PKL dan angkringan.
Harapannya masyarakat tidak menyalahartikan terkait itu. Karena UMKM di bawah naungan Diskopindag, bukan Bapenda.
Sektor pajak itu sendiri, jelas Handi, berkontribusi penting dalam mendukung pembangunan Kota Malang yang masuk ke pendapatan asli daerah (PAD).
“Tahun ini target PAD bisa mencapai Rp846 miliar, dengan retribusi dari pajak sebesar Rp52 miliar,” tegasnya.
Handi juga mengatakan, seluruh proses pemungutan pajak dilakukan secara transparan tanpa ada pembayaran tunai.
Sistem e-tax, sudah dipasang di ribuan titik usaha sejak 2021. Sebagai kontrol dan memantau pelaporan omset yang lebih jujur.
“Satu rupiah pun pajak yang dibayar, harus masuk ke kas daerah. Itu sudah terbukti, tahun lalu Bapenda Kota Malang mendapat penghargaan nasional dari Kemenpan-RB,” tegasnya.
Sedangkan Ketua Komisi B DPRD Kota Malang, Bayu Rekso Aji menyampaikan, dalam pertemuan terakhir bersama Bapenda dan perwakilan pelaku usaha, kalangan DPRD menegaskan komitmennya mendukung usaha kecil, lewat revisi Perda Nomor 4 Tahun 2023.
Revisi itu menyesuaikan ambang batas omzet dari Rp5 juta menjadi Rp10 juta per bulan, agar lebih banyak usaha kecil terbebas dari kewajiban pajak.
“Kami mendukung penuh langkah Bapenda untuk mendata secara akurat dan memastikan hanya pelaku usaha yang memang layak yang dikenai pajak,” tegas Bayu.
Selain itu, DPRD juga menyoroti pentingnya edukasi yang jelas, agar pelaku usaha tidak salah paham. Terutama di sektor restoran yang buka malam hari.
Ke depan DPRD memastikan akan terus memantau pelaksanaan aturan itu. Terutama untuk perlindungan usaha kecil.
Sementara itu, Ketua PHRI Kota Malang, Agoes Basoeki menilai, kebijakan pajak restoran termasuk untuk usaha kuliner malam, sebenarnya tidak membebani pelaku usaha jika dipahami dengan benar.
Menurutnya, pajak 10 persen bukan pungutan kepada pedagang. Melainkan titipan dari konsumen yang diteruskan ke kas daerah.
Agoes juga mendukung penuh penggunaan e-tax yang sudah diterapkan di hotel-hotel dan restoran anggota PHRI.
Dia menyebut, sistem itu sangat membantu dalam menjaga transparansi dan mencegah kecurangan. Itu lebih bagus karena pengelolaan pajak jadi lebih rapi.
Terkait maraknya cafe dan resto yang hanya buka malam hari, Agoes berharap pendataan dari Bapenda benar-benar menjangkau seluruhnya.
Karena usaha malam hari juga potensial berkontribusi pada pembayaran pajak, dengan catatan harus ada sosialisasi. (Faricha Umami/Ra Indrata)