
MALANG POST – Direktorat Tindak Pidana Pelindungan Perempuan dan Anak serta Pemberantasan Perdagangan Orang (PPA dan PPO) Bareskrim Polri terus menggeber sosialisasi dan kampanye ‘#RiseAndSpeak: Berani Bicara Selamatkan Sesama’ di Kota Batu.
Kali ini rombongan yang dipimpin langsung oleh Direktur Tindak Pidana PPA dan PPO Bareskrim Polri, Brigjen Pol Nurul Azizah melakukan sosialisasi di Sekolah Alkitab, Desa Beji, Kecamatan Junrejo, Kamis (15/5/2025).
Total ada sekitar 550 orang yang mengikuti sosialisasi tersebut. Terdiri dari jajaran Forkopimda Kota Batu, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, tokoh agama, pelajar, guru, bhabinsa, bhabinkamtibmas dan lainnya.
“Ini merupakan rangkaian kegiatan yang diinisiasi oleh Mabes Polri dalam hal ini adalah Bareskrim Polri dan SDM Polri. Ini merupakan kegiatan strategis dalam rangka meningkatkan kesadaran masyarakat terkait dengan perilaku kekerasan, baik itu fisik, seksual, psikologi dan lainnya,” papar Brigjen Nurul.
Melalui kegiatan ini, pihaknya juga ingin mendorong aparat penegak hukum, dalam hal ini adalah penyidik untuk turut meningkatkan kapasitasnya dan mendorong kolaborasi antar stakeholder.
“Kami sadar, bahwa kejahatan berbasis gender itu tidak bisa kami selesaikan sendiri, baik dari pencegahan, penanganan, pemilihan dan perlindungan harus dilakukan secara berkolaborasi dengan stakeholder terkait,” urainya.
Dalam sosialisasi tersebut, dia mewanti-wanti generasi muda agar berani bicara untuk menyelamatkan sesama. Mulai saat ini, generasi muda harus peduli baik itu untuk diri sendiri maupun orang lain di sekitarnya.
“Ketika kita mengetahui atau mengalami perilaku tersebut, kita harus berani menyampaikan di kanal-kanal yang sudah ada. Kita harus menciptakan ruang aman untuk diri sendiri dan orang-orang yang ada di sekitar,” urainya.

TANDATANGANI: Direktur Tindak Pidana PPA dan PPO Bareskrim Polri, Brigjen Pol Nurul Azizah saat menandatangani komitmen bersama, berani bicara selamatkan sesama. (Foto: Ananto Wibowo/Malang Post)
Lebih lanjut, dia juga menekankan kepada tim penyidik untuk meningkatkan kapasitasnya. Lalu bagi orang tua, juga harus memberikan bimbingan dan edukasi kepada anak-anak sedini mungkin. Tentang apa-apa saja yang boleh disentuh dan tidak boleh disentuh.
Kemudian tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), Brigjen Nurul juga berpesan kepada masyarakat agar jangan mau kena iming-iming, seperti mendapatkan gaji besar.
“Alih-alih mendapat gaji besar, nanti malah jadi korban TPPO. Bekerja di luar negeri boleh, tapi harus dengan jalur yang resmi dan berkoordinasi dengan instansi terkait,” imbuhnya.
Disisi lain, sebagai antisipasi berbagai tindakan tersebut, pihaknya juga terus berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait, untuk memasukkan kurikulum-kurikulum sedini mungkin utamanya perihal pemahaman alat reproduksi.
“Ini bukan sesuatu yang tabu, namun anak-anak harus mengetahui sedini mungkin. Supaya mereka terhindar dari kasus-kasus tersebut,” paparnya.
Kapolres Batu, AKBP Andi Yudha Pranata menambahkan, perihal kasus-kasus tersebut yang terjadi di Kota Batu, kebanyakan selesai dengan restorativ justice (RJ). Itu terjadi dimungkinkan karena banyak hal, diantaranya seperti intervensi atau bahkan karena keadaan pelaku yang masih anggota keluarga, seperti Omnya atau Kakaknya.
“Situasi seperti ini mungkin adil bagi kita, namun bagi anak yang merupakan korbannya belum tentu adil,” tutur Kapolres.
Kerena itu, melalui kegiatan ini diharapkan dapat menginvestigasi berbagai masalah tersebut seperti teori gunung es, yakni di bagian bawah lebih banyak kalau benar-benar dicari.
“Selama ini kita hanya mendapat laporan. Padahal ketika mau mendalami lebih dalam, mungkin ada banyak korban lain yang kadang butuh pendamping maupun stimulator,” urainya.
“Harapan kami dengan masyarakat berani Rise And Speak, kami di Polres Batu juga akan mengupayakan penegakkan hukum untuk perempuan sebaik mungkin,” imbuhnya.
Kapolres juga mengungkapkan, dalam konteks ini, paling banyak kasus yang terjadi di Kota Batu adalah tindak pidana persetubuhan. Karena itu, dia menekankan kepada tim penyidik untuk permasalahan tersebut tidak boleh dilakukan RJ.
“Tidak boleh RJ, harus gas pol. Kita harus berkomitmen dan tidak ada toleransi perihal tindakan yang dilakukan dan mencederai anak-anak kita. Baik kekerasan fisik, psikisi, gender dan lainnya,” tutupnya. (Ananto Wibowo)