
MALANG POST – Program Sekolah Rakyat (SR) yang digagas pemerintah pusat masih sepi peminat di Kota Batu. Padahal SR memiliki konsep sekolah berasrama gratis untuk anak-anak dari keluarga miskin, dengan fokus pada kualitas pendidikan, karakter, kepemimpinan, nasionalisme dan keterampilan.
Terhitung baru ada 19 pendaftar dari kuota yang tersedia sebanyak 75 peserta didik. Dinas Sosial (Dinsos) Kota Batu juga telah melakukan verifikasi berdasarkan data siswa prasejahtera Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) kategori desil 1 dan 2, untuk mengikuti program pendidikan berasrama bagi siswa kurang mampu di wilayah Kota Batu ini.
“Pendaftar ada sebanyak 19 siswa. Jumlah tersebut masih bersifat sementara dan bisa bertambah. SR di Kota Batu dibuka untuk jenjang SMP,” kata Kepala Dinsos Kota Batu, Lilik Fariha, Selasa (6/5/2025).
Di Kota Batu, SR berlokasi di Panti Perlindungan dan Pelayanan Sosial Petirahan Anak (PPSPA) Bhima Sakti di Kelurahan Songgokerto, Kecamatan Batu.
Menurut Lilik, ada beberapa penyebab jumlah pendaftar SR masih minim. Diantaranya seperti Kota Batu tidak banyak penduduk miskin. Kemudian SR tahun ini adalah SR angkatan pertama.
“Sehingga banyak orang tua yang belum memiliki gambaran terkait program ini,” imbuhnya.
Wali Kota Batu, Nurochman pada Jumat (2/5/2025) menyampaikan, baru ada 19 siswa yang mendaftar dari total kuota 75 siswa untuk jenjang SMP. Dengan demikian, masih tersisa 56 kursi kosong menjelang pelaksanaan program ajaran baru pada Juli mendatang.
“Dari proses sosialisasi yang sudah dilakukan Dinsos Kota Batu, sebanyak 200 calon peserta yang memenuhi kriteria diundang dalam dua tahap. Namun, hanya tujuh siswa yang langsung mantap mendaftar. Sisanya memilih menunggu dan mempertimbangkan lebih lanjut,” ungkapnya.
Cak Nur menambahkan, minimnya jumlah pendaftar, dimungkinkan karena masyarakat masih belum terbiasa dengan konsep sekolah berasrama, terutama bagi anak-anak lulusan SD berusia 11–12 tahun.

LIHAT FASILITAS: Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa bersama Wali Kota Batu, Nurochman saat meninjau fasilitas sekolah rakyat di Kota Batu. (Foto: Ananto Wibowo/Malang Post)
Sehingga banyak orang tua yang masih ragu untuk melepas anaknya tinggal jauh dari rumah, meskipun program ini ditujukan untuk mendukung pendidikan anak dari keluarga kurang mampu.
“Ada kemungkinan tambahan siswa dari panti asuhan maupun dari jalur pendaftaran melalui Kementerian Sosial, yang datanya sedang diproses oleh pemerintah pusat,” imbuhnya.
Cak Nur optimistis, jumlah pendaftar bisa bertambah. Meski begitu, memang butuh waktu agar masyarakat benar-benar memahami dan percaya pada program ini. Karena itu, pihaknya akan terus mendorong edukasi dan pendekatan yang lebih intensif.
Melihat kondisi tersebut, Wakil Ketua II DPRD Kota Batu, Ludi Tanarto menduga masih banyak masyarakat yang belum memahami keunggulan yang diberikan melalui program sekolah berasrama tersebut. Karena itu, minat masyarakat belum begitu besar.
Ludi mengungkapkan, peran Pemkot Batu dalam menyosialisasikan program SR perlu ditingkatkan. “Bisa dilakukan lagi (sosialisasi) lebih luas. Mengenai minatnya yang minim bisa jadi karena kultur masyarakat,” ungkapnya.
Dirinya menilai masih banyak orang tua yang minim kesadaran akan pentingnya pendidikan. Menurut dia, masih ada sebagian dari mereka yang lebih memilih untuk mendorong anaknya segera bekerja dan membantu rumah, ketimbang melanjutkan pendidikan.
“Kalau masalahnya kultur, program sekolah gratis saja (bukan asrama) juga mereka enggan,” imbuh Ludi.
Dia menyebut, pendekatan yang informatif dan persuasif perlu dilakukan Pemkot Batu kepada para orang tua atau calon siswa. Dengan harapan, mereka dapat mengubah mindset dan berminat mendaftar.
“Misalnya dengan memberikan edukasi mengenai nilai manfaat dan keunggulan sekolah rakyat,” katanya.
Sementara itu, Ketua Komisi C DPRD Kota Batu Dewi Kartika menyatakan, sosialisasi menjadi faktor terpenting agar masyarakat kurang mampu tidak ragu untuk mendaftarkan pendidikan anak di SR, dengan kualitas yang bisa setara dengan sekolah umum negeri maupun swasta.
“Mungkin kurang sosialisasi. Sehingga banyak masyarakat kurang paham tentang SR,” tutupnya. (Ananto Wibowo)