
MAHAL: Kios milik MS yang dibeli dari Si senilai Rp300 juta, saat disidak oleh Kabid Perdagangan Diskopindag, Ni Luh Eka, bersama Plt Kepala Pasar Mergan, Yanuar. Kamis (10/4/2025). (Foto: Iwan Irawan/Malang Post)
MALANG POST – Seluruh kios di Pasar Mergan adalah aset Pemerintah Kota Malang. Di bawah naungan Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan (Diskopindag) Kota Malang.
Pemilik tempat usaha (pedagang) yang memiliki izin (kartu pasar), dilarang mengalihkan kepada orang lain. Bahkan tidak boleh mengubah atau menambahkan sarana tempat usaha, tanpa izin tertulis dari Wali Kota Malang.
Kenyataannya, regulasi yang tertuang dalam Perda 13/2019, tentang penyelenggaraan usaha perdagangan dan perindustrian, utamanya dalam pasal 24 huruf G dan pasal 32, dianggap tidak ada. Karena ada kios di Pasar Mergan, yang sudah diperjualbelikan.
Harganya juga cukup fantastis. Rp300 juta atau ada yang menyebut sampai Rp400 juta. Sekalipun jual beli itu, dilakukan antar kerabat mereka sendiri.
Informasi yang dihimpun Malang Post dari beberapa pedagang Pasar Mergan, salah satu kios di sisi timur tersebut di jual pemiliknya SI, kepada MS. Keduanya masih ada unsur kekerabatan, yang merupakan warga Desa Jedong dan Desa Jaten, Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang.
“Fakta di lapangan, bukan sekadar mengalihkan kepada orang lain. Tapi sudah ada proses jual beli bernilai ratusan juta rupiah. Untungnya kami tidak terjebak untuk ikut membeli, setelah tahu jual beli itu tidak dibenarkan secara aturan,” kata SN, salah seorang pedagang kepada Malang Post.
Proses jual beli itu, tambahnya, terjadi sekitar tahun 2022 atau 2023 lalu. Nominal yang disepakati antara SI dan MS konon sekitar Rp300 juta. SN sendiri sempat menawar kios tersebut, tetapi tidak ada kecocokan harga.
Ketika dikonfirmasi kepada SI, yang bersangkutan tidak berada di rumah. Tetapi salah seorang putranya, Didik (32), warga Desa Jaten, Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang, membenarkan ada proses jual beli kios tersebut.
“Sebenarnya bukan dijual. Lebih tepatnya dikembalikan ke MS. Karena awalnya kios itu memang milik MS.”
“Proses jual beli itu dilakukan Bapak (SI), setelah ibu kami meninggal dunia.”
“Tapi soal harganya berapa dan prosesnya bagaimana, kami tidak ikut campur. Karena kami bersama saudara lainnya, sudah punya usaha sendiri,” jelas Didik, saat ditemui di toko bangunan miliknya.
Itulah sebabnya, Didik bersama saudaranya yang lain, mengaku tidak mau ikut campur dalam masalah tersebut. Karena menganggap hal tersebut murni kebijaksanaan orang tuanya.
Terpisah, MS yang membeli kios dari SI, membenarkan jika pihaknya membeli kios tersebut seharga Rp300 juta. Alasannya, untuk disatukan dengan kios miliknya, yang kebetulan berada di sisi selatan kios SI.
“Dulu kami patungan beli kios itu dari Pak JI (warga Sukun, Kota Malang). Harganya waktu itu Rp5 juta. Saya dan istrinya SI masing-masing bayar Rp2,5 juta.”
“Janjinya waktu itu, mau buka warung jualan rawon. Tapi kok berubah pikiran buka peracangan (sembako) juga.”
“Okelah usaha bisa ditiru. Tapi yang namanya rejeki, gak bisa ditiru. Disitulah kami mulai tidak harmonis dan akhirnya kios itu dibelah jadi dua,” jelas MS.
Karena itulah, setelah istri SI meninggal dunia dan SI bermaksud menjual kios tersebut, akhirnya MS mau membelinya. Meski harga yang ditawarkan cukup tinggi, Rp300 juta. Karena kios tersebut akan kembali disatukan dengan kios miliknya.
“Memang sejak kami miliki mulai 1995 lalu, kami belum lapor ke pihak pasar. Termasuk menggantikan kios milik SI itu.”
“Saya pikir sama saja. Karena awalnya kios itu awalnya juga milik saya sendiri. Hanya saja sempat dikuasai oleh kerabat kami,” tambah MS.
Untuk saat ini, tambah MS, kios yang menjadi miliknya bakal diberikan kepada putranya, RA. Sedangkan kios yang dibeli dari SI, akan diberikan kepada SK. Agar kedua putranya itu bisa mandiri dengan punya usaha sendiri-sendiri.
“Memang pedagang di Pasar Mergan ini, kebanyakan warga Kabupaten Malang. Seperti dari Jedong dan Jaten. Justru tidak banyak pedagang di Pasar Mergan ini, yang benar-benar warga Kota Malang,” tandasnya.
Kepala Diskopindag Kota Malang, Eko Sri Yuliadi, melalui Kabid Perdagangan Diskopindag, Ni Luh Eka, mengaku tidak tahu menahu terkait adanya jual beli kios di Pasar Mergan. Apalagi harganya sudah mencapai ratusan juta rupiah.
“Setelah kami telusuri, ternyata dilakukan antar kerabat dan tidak pernah dilaporkan.”
“Harganya itu loh yang bikin kami kaget.”
“Tapi semua pihak yang terlibat, akan kami panggil, untuk diklarifikasi sekaligus kami cek legalitas kartu pasar milik keduanya,” terang Eka. (Iwan Irawan – Ra Indrata)