
MALANG POST – Mahasiswa Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang siap bertanding di ajang internasional Bridge Design Competition (BDC) 2025 yang akan digelar di Nanyang Technological University (NTU), Singapura pada 12–13 April 2025.
BDC merupakan kompetisi tahunan bergengsi yang diselenggarakan oleh Civil and Environmental Engineering (CEE) Club NTU. Ajang ini menantang mahasiswa dari berbagai negara untuk merancang struktur jembatan inovatif yang solutif terhadap permasalahan nyata.
Tahun ini, kompetisi diikuti oleh 172 tim dari berbagai negara, termasuk Malaysia, India, Vietnam, dan Indonesia.
Tim perwakilan dari ITN Malang yang bernama Spectra Doa Ortu terdiri dari dua mahasiswa Teknik Sipil, yakni Legat Bestari dan Stevan Joseph Tuhuleruw, di bawah bimbingan dosen Krisna Febrian Anugerahputra, ST., MT., M.Sc.
Keberangkatan mereka ke Singapura didampingi oleh dosen pembimbing, Krisna Febrian Anugerahputra, ST., MT., M.Sc.
Rektor ITN Malang, Awan Uji Krismanto, ST., MT., Ph.D., menyampaikan rasa bangga dan apresiasi kepada tim yang berhasil lolos ke final tingkat internasional.
“Terlepas dari hasil akhirnya, lolos ke tingkat internasional sudah merupakan prestasi yang membanggakan. Kami memberikan dukungan penuh dan doa terbaik. Selamat berkompetisi!,” ujarnya.

Dalam kompetisi ini ITN Malang sendiri mengirimkan dua tim, namun hanya tim Spectra Doa Ortu yang berhasil lolos ke babak final. Dengan menyisihkan pesaing dan menjadi salah satu dari 70 tim yang akan bertanding di Singapura, termasuk beberapa tim dari universitas lain di Malang seperti UMM, UB, dan UM.
Sementara itu Dosen pembimbing, Krisna Febrian, mengakui bahwa pengumuman lomba yang mendadak membuat waktu persiapan menjadi terbatas. Bahkan salah satu anggota, Daniel Juanito Tolan, tidak bisa ikut ke Singapura karena kendala paspor.
Menurunya, ini adalah kali pertama bagi mahasiswa Teknik Sipil ITN Malang bisa lolos final tingkat internasional. Kesempatan ini sangat berharga dan belum tentu bisa terulang.
“Kasus lomba akan dijelaskan dan diberikan saat final nanti. Kami tidak tahu bagaimana nantinya, yang pasti kemampuan berpikir cepat, tetap tenang, dan mampu merencanakan dengan baik sesuai dengan waktu yang disediakan akan menjadi penilaian. Segala sesuatunya akan dibuat secara spontan saat final,” jelas Krisna.
Krisna menambahkan, secara teori kemampuan merakit jembatan balsa sudah sering dilatih oleh tim. Tantangan utama yang mereka pikirkan adalah bagaimana merespons studi kasus yang baru akan diberikan di babak final.
“Nanti saat final, mereka akan diberi waktu 4 jam untuk mendesain secara manual di atas kertas, dan membuat prototipe jembatan,” pungkasnya. (M Abd Rachman Rozzi-Januar Triwahyudi)