
MALANG POST – Sebagai Kota Wisata terkemuka yang telah dikenal banyak kalangan. Ternyata Kota Batu belum memiliki Perda Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (Rippda).
Kondisi itu menjadi perhatian serius Wali Kota Batu, Nurochman. Menurut pengembangan pariwisata tak bisa dikotomikan dengan pemanfaatan ruang, agar tetap menjaga daya dukung lingkungan selaras pelestarian ekologis.
Begitu juga dengan strategi pengembangan desa wisata yang memiliki karakteristik dan keunikan spasial maupun akar kultural.
“Saat ini pembangunan desa wisata sangat marak. Pembangunan ini seharusnya didasarkan pada filosofi pelestarian. Sisi sosial, berkelanjutan dan kelestarian alam menjadi suatu variabel penting dalam pembangunan desa wisata,” kata Cak Nur, Rabu (9/4/2025).
Dia melihat ketika variabel itu terpenuhi, maka dengan sendirinya wisatawan akan datang ke Kota Batu. Tujuannya bukan langsung wisata. Namun perlu ada proses konservasi tanah dan air. Dimana wisata adalah dampak positif dari konservasi alam itu sendiri.
Cak Nur juga menyampaikan, keberadaan Rippda ibarat ‘kitab suci’ bagi para pemangku kepentingan. Secara komprehensif, regulasi ini menyangkut strategi pengembangan dan pembangunan kawasan potensial kepariwisataan di Kota Batu.

SANGAT INDAH: Letak geografis Kota Batu yang berada di kawasan perbukitan menyajikan bentang alam yang sangat indah. (Foto: Ananto Wibowo/Malang Post)
Sehingga nantinya dituntut pula untuk memperhatikan kebijakan politik pemanfaatan ruang yang dituangkan dalam RTRW Kota Batu dan memperhatikan kajian lingkungan hidup strategis (KLHS). Komponen itu menjadi sebuah kohesi integral dalam pengembangan kepariwisataan berbasis kearifan lokal dan lingkungan.
“Semangatnya ada pengembangan pariwisata dengan tetap berpegang teguh pada upaya pengendalian lingkungan agar tak merusak aspek ekologis,” ujar Cak Nur.
Pembentukan RIPPDA kabupaten/kota tertuang dalam amanat yang dicantumkan dalam PP Nomor 50 Tahun 2011 tentang rencana induk pembangunan kepariwisataan nasional (Ripparnas) 2010-2025.
Rippda sebagai pedoman untuk melakukan penataan dan pengelolaan, pemberdayaan serta pengembangan potensi pariwisata secara tepat, terencana dan terukur.
Dengan adanya Perda Rippda nantinya, dia berkeyakinan dapat memaksimalkan penataan dan pengembangan kepariwisataan di Kota Batu. Selama belum memiliki Perda Rippda, penataan dan pengembangan kepariwisataan berkiblat pada Perda Kota Batu nomor 1 tahun 2013 tentang penyelenggaraan kepariwisataan.
Penyusunan Rippda/Ripparkota juga merupakan amanat UU nomor 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan. Dalam pasal 30 huruf A berbunyi, bahwa pemda berwenang untuk menyusun dan menetapkan rencana induk pembangunan kepariwisataan kabupaten/kota.
Sebagai pedoman, maka Rippda/Ripparkota harus menekankan pada perencanaan, pengelolaan, dan pengendalian pembangunan kepariwisataan. Dimana harus selaras dengan visi misi kebijakan strategis daerah. (Ananto Wibowo)