
Mencukur rambut bayi hingga bersih, salah satu ritual selapanan yang dilakukan warga Tembalangan Kota Malang. (Foto: M. Abd. Rachman Rozzi/Malang Post)
MALANG POST – Terdapat berbagai tradisi masyarakat Jawa yang dilakukan untuk menyambut kelahiran bayi. Salah satunya adalah Selapanan Bayi.
Selapanan bayi, adalah tradisi masyarakat Jawa untuk menyambut kelahiran bayi yang berusia 35 hari.
Masyarakat menghitung hari dalam hitungan minggu sebanyak tujuh hari (Senin-Minggu) dan hitungan pasaran yang mana satu pasaran memiliki jumlah lima hari (Pahing, Pon, Wage, Kliwon, dan Legi).
Perhitungan Selapan berasal dari perkalian antara tujuh dan lima yang menghasilkan angka 35. Pada hari itu juga, hari weton si bayi akan berulang.
Dalam proses bertambahnya umur, anak sudah mengalami beberapa perubahan. Mulai dari fisik, batin, hingga mental.
Anak yang mendekati hari kelahirannya akan mengalami perubahan fisik berupa peningkatan suhu badan, gelisah dan sering menangis.
Sementara itu, tradisi selapan sendiri dilakukan dengan berbagai rangkaian acara. Seperti Upacara Pencukuran rambut bayi hingga gundul. Pemotongan kuku jari bayi. Kenduri hari kelahiran dan diakhiri dengan bancaan atau tumpeng.
Mengutip jurnal Babad Primbon Jawi yang dilakukan Redaksi Malang Post, sebenarnya kata “selapanan” berasal dari bahasa Jawa yang berarti 35 hari. Perhitungan hari untuk selapanan didasarkan pada kalender Jawa.
Tujuan utama dari tradisi Selapanan ini, adalah sebagai pengingat. Bahwa bayi akan semakin bertambah lagi usianya.
Di mana kehidupan si kecil akan terus berjalan. Dia pun bakal mengalami banyak perubahan. Baik dari fisik, mental, spiritual serta yang paling utama adalah doa terbaik bagi kedua orangtuanya untuk kelangsungan hidupnya kelak.
Upacara Selapanan ini pun sebenarnya sebagai bentuk rasa syukur dari orang tua atas kelahiran si buah hati. Lantaran si bayi telah lahir sehat, sempurna dan tidak kurang suatu apa pun.
Pada momen ini, orang tua, saudara serta kerabat terdekat akan mendoakan segala sesuatunya yang baik untuk kehidupan si kecil kelak.
Umumnya, upacara Selapanan ini terdiri dari berbagai rangkaian acara. Mulai dari mencukur rambut bayi, hingga memotong kukunya.
Tujuan dari pemotongan rambut ini, supaya rambut dan kuku bayi jadi benar-benar bersih.
Pasalnya, sebagian masyarakat Jawa masih percaya jika rambut bayi baru lahir merupakan bawaan dari air ketuban.
Maka dari itu, dulu kita sering mendengar anjuran buat orang tua mencukur habis rambut anaknya, setidaknya hingga 3 kali.
Dilanjutkan dengan acara bancakan, yakni makan bersama dengan lauk tumpeng, sayuran, lauk pauk, kacang-kacangan, dan yang lainnya.
Selain itu, biasanya disediakan juga berbagai macam buah-buahan serta bubur 7 rupa.
Nah, bancakan atau tumpengan ini nantinya akan dibagi-bagikan juga pada saudara, kerabat, maupun tetangga di lingkungan rumah.
Bancakan tersebut dibuat juga sebagai harapan supaya si kecil nantinya bisa memberikan manfaat dan berguna bagi orang-orang yang ada di sekitarnya.
Tak lupa juga acara doa bersama untuk bayi. Agar si kecil selalu diberikan keselamatan, kesehatan dan kebahagiaan di dalam hidupnya.
Tradisi tersebut merupakan kearifan lokal yang masih bertahan di Kota Malang. Salah satunya di masyarakat kawasan Tembalangan. Seperti yang dilakukan turun temurun oleh keluarga besar Rozzi. (M Abd Rachman Rozzi-Januar Triwahyudi)