
DI LOKASI: Anggota Komisi C DPRD Kota Malang, Arif Wahyudi, saat meninjau kondisi Alun Alun Merdeka, Senin (7/4/2025) kemarin. (Foto: Iwan Irawan/Malang Post)
MALANG POST – Wali Kota Malang, harus memiliki sikap tegas dan berani untuk menegakkan Perda. Salah satunya dengan tetap melarang pedagang kaki lima (PKL), untuk berjualan di dalam area Alun Alun Merdeka. Sekalipun dalam momen liburan Lebaran.
Karena sesuai Perda 1/2000 dan 2/2012, kawasan tersebut terlarang atau steril dari PKL. Dalam kondisi apapun, tanpa terkecuali.
Penegasan itu disampaikan anggota Komisi C DPRD Kota Malang, Arif Wahyudi, melihat persoalan menjamurnya PKL di kawasan Alun Alun Merdeka (AAM), pada momentum puasa Ramadan hingga selama liburan Idul Fitri 1446 H.
“Pada Perda nomor 1 tahun 2000, tentang pengaturan dan pembinaan PKL di Kota Malang. Pasal 3 huruf 1 disebutkan, setiap usaha PKL yang dilarang dalam aktifitas jualannya. Diperjelas dengan ayat a, melakukan kegiatan usahanya di dalam Alun-Alun Kota dan sekitarnya.”
“Perda nomor 2 tahun 2012 tentang ketertiban umum dan lingkungan, pasal 4 huruf J, tidak boleh PKL beraktifitas jualan di tempat yang tidak diperbolehkan.”
“Untuk itu, diskresi yang dilakukan Wali Kota Malang, tidak boleh terlalu bereaksi di masyarakat,” jelas Arif, Selasa (8/4/2025).
Jika Wali Kota ingin melakukan diskresi, tambahnya, agar PKL bisa beraktivitas di AAM dengan batasan hari dan waktu tertentu, sebaiknya dilakukan kajian terlebih dahulu.
Karena hal itu, akan terkait dengan pengajukan perubahan atau revisi terhadap Perda yang ada. Agar tidak menimbulkan reaksi di masyarakat, saat PKL memanfaatkan area AAM untuk berjualan.
“Kami berharap juga ada penataan lebih rapi dan tertib lagi di kawasan AAM. Sekiranya space-nya memungkinkan dan memadai untuk jualan,” bebernya.
Sepanjang regulasinya belum diusulkan untuk diubah, imbuh mantan Sekretaris Komisi B DPRD Kota Malang ini, Perda larangan PKL beraktivitas jualan di AAM tetap berlaku.
“Kita memang dituntut selalu hadir di masyarakat. Jangan sampai masyarakat yang sudah niat berusaha, terhalang aturan yang menyebabkan masyarakat beralih profesi ke hal negatif. Hal ini patut kita waspadai dan antisipasi,” tambahnya.
Karena, kata Arif, PKL adalah bagian dari pelaku ekonomi atau UMKM di Kota Malang. Hanya saja skalanya kecil. Tapi saat beraktivitas, terkadang dilakukan di tempat yang tidak diperbolehkan.
“Namun kita dari pemerintah, harus bisa memberikan pembinaan dan ikut memikirkan nasib mereka. Melalui penataan PKL lebih tertib dan tertata di satu tempat yang ijinkan.”
“Jika AAM dibiarkan seperti ini, tanpa ada sentuhan dan keseriusan menata PKL lebih baik lagi, kami yakin AAM yang merupakan wajah Kota Malang, akan kian tercoreng dan menjadi jelek di tanah air,” ungkapnya.
Arif berpendapat, PKL yang hadir di AAM patut didata apakah benar-benar asli warga Kota Malang atau pendatang. Jangan sampai PKL asli Kota Malang tersisihkan. Diskopindag sebagai pengampu PKL, harus ikut memikirkan persoalan di AAM.
“PKL bersentuhan dengan perekonomian masyarakat, sekaligus perekonomian di Kota Malang.”
“Tapi jangan sampai menimbulkan gejolak pada masyarakat lainnya.”
“Semuanya harus dipikirkan bersama, agar bisa berjalan beriringan dengan baik dan lancar,” cetusnya. (Iwan Irawan – Ra Indrata)