
Foto tangkapan layar hasil video ibu Stabitha yang menggambarkan pipa pembuangan lumpur lapindo ke sungai brantas sekarang terlantau jernih.
MALANG POST – Lumpur Lapindo adalah contoh bagaimana industri ekstraktif pertambangan memiliki daya hancur yang luar biasa.
Bahkan mampu mengusir paksa hampir 45 ribu jiwa yang menghuni sekitar 10.426 unit rumah dan tersebar di 16 desa di tiga kecamatan yakni Porong, Jabon dan Tanggulangin.
Seperti diketahui, sejarah semburan lumpur Lapindo berawal dari semburan lumpur panas mulai terjadi 29 Mei 2006 pukul 05.30 WIB.
Saat pengeboran sumur Banjar Panji-1 oleh PT Lapindo Brantas. Titik semburan berjarak 150 meter dari permukiman. Warga pun mencium bau gas yang menyengat dari semburan tersebut.
Bencana itu mengubur ribuan rumah, sekolah, rumah sakit, pabrik dan jalan tol hingga menyebabkan matinya aktivitas ekonomi di wilayah tersebut.
Yang pasti, semburan lumpur panas itu tak dapat dikendalikan hingga meluber ke mana-mana. Lumpur menggenangi ruas jalan Tol Surabaya-Gempol hingga ditutup.

Pakar Geologi Universitas Brawijaya, Prof. Drs. Ir. Adi Susilo, M.Si., Ph. D. (Foto: Istimewa)
Menanggapi isu ini, pakar Geologi UB Prof. Drs. Ir. Adi Susilo, M.Si., Ph. D., menjelaskan. Salah satu faktor utama yang bisa menyebabkan semburan lumpur berhenti adalah habisnya gas di bawah permukaan tanah.
“Mungkin tekanan di bawah lebih stabil, tidak ada tekanan ke atas Atau tekanan ke atas, berkurang.”
“Sehingga tidak cukup kekuatan/gaya untuk mendorong material ke atas Bisa juga tekanan gasnya melemah. Sehingga tidak cukup kuat lagi untuk mendorong lumpur ke atas”, jelasnya.
Meski begitu, Prof Adi belum bisa memastikan apakah ini kabar baik atau justru sebaliknya.
Ia menekankan perlunya berpikir positif karena kondisi bawah tanah Lumpur Lapindo masih sulit diprediksi.
“Mudah-mudahan ini pertanda baik. Dulu saat awal kejadian, gas di bawahnya memang besar, tapi kalau sekarang sudah berkurang, itu berarti tekanannya juga melemah atau lebih stabil,” harapnya.
Jadi, meskipun sempat beredar kabar bahwa semburan Lumpur Lapindo telah berhenti, faktanya masih perlu diverifikasi lebih lanjut.
“Yang jelas, peristiwa ini tetap menjadi perhatian banyak pihak hingga saat ini,” pungkasnya.
Sementara itu, Stabitha warga sekitar juga menjelaskan. Bahwa hampir beberapa pekan ini, setiap harinya pipa pembuangan lumpur lapindo yang mengalir ke sungai Brantas masih aktif. Namun tidak mengeluarkan Lumpur dan terlihat hanya air saja.
“Semua pasti berdoa untuk terbaik mas. Mudah-mudahan lah sesegera berakhir,” tandasnya penuh harap. (M Abd Rachman Rozzi-Januar Triwahyudi)