
MALANG POST – Kata Kepala Bidang Perlindungan Anak dan Perempuan pada Dinas Sosial P3AP2KB Kota Malang, Atiyatul Husna, sejak awal 2025, pihaknya sudah menangani laporan dua anak putus sekolah (APS) di Mergosono.
Kedua anak yang mengalami putus sekolah tersebut, tambahnya, disebabkan karena faktor ekonomi dan masalah rumah tangga. Bahkan sampai terjadi penelantaran. Salah satunya masih duduk di bangku SD dan satunya lagi di SMP.
“Kami sudah melakukan berbagai upaya untuk membantu keduanya. Mulai dari upaya program kejar paket, untuk melanjutkan pendidikan mereka. Hingga pendampingan psikologis juga diberikan untuk membantu mereka menghadapi kondisi yang ada,” katanya saat menjadi narasumber talkshow di program Idjen Talk, yang disiarkan langsung Radio City Guide 911 FM, Kamis (27/2/2025).
Di sisi yang lain, Wakil Ketua Komisi D DPRD Kota Malang, Suryadi menjelaskan, ATS diartikan sebagai anak yang tidak dapat mengakses pendidikan secara penuh.
Namun Suryadi juga menyoroti soal Anak Putus Sekolah (APS), yang masih banyak ditemukan di Kota Malang.
“Sepanjang 2024, total ada 1090 ATS dan APS yang datang dari berbagai faktor. Seperti kesadaran pendidikan yang rendah, faktor ekonomi dan masalah sosial. Seperti pernikahan dini, kekerasan atau perundungan.”
“Bahkan faktor anak bekerja dan tidak lagi sekolah, menjadi alasan dominan dengan jumlah 452 orang,” kata politisi Partai Golkar ini.
Untuk menanggulangi masalah ATS dan APS, tegasnya, dibutuhkan pendekatan holistik yang mencakup bantuan ekonomi, pendidikan inklusif dan kampanye kesadaran pendidikan.
“Salah satu langkah yang sudah digalakkan, yakni gerakan ‘Ayo Kembali Belajar’ yang bertujuan untuk mendorong anak-anak kembali ke sekolah,” imbuhnya.
Sementara itu Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas PGRI Kanjuruhan Malang, Cicilia Ika Rahayu Nita, menekankan pentingnya pendampingan dari orang tua dalam setiap proses belajar anak.
Menurutnya, hal itu akan menjadi fondasi yang kuat bagi masa depan pendidikan anak.
Cicilia menyebut, salah satu solusi untuk memastikan anak tidak tertinggal dalam pendidikan yakni melalui pendekatan parenting.
“Dengan menata mindset dan menyadarkan orang tua akan pentingnya pendidikan, diharapkan setiap orang tua bisa lebih peduli dan memberikan perhatian pada proses belajar anak,” katanya.
Hal ini juga melibatkan berbagai pihak untuk berkolaborasi, termasuk masyarakat dengan praktisi pendidikan. Yang dapat berkolaborasi dalam menyusun strategi untuk meningkatkan kesadaran orang tua. (Faricha Umami/Ra Indrata)