
MALANG POST – Dalam beberapa survei soal reputasi kepolisian, yang menyatakan reputasi polisi berangsur membaik. Tapi harus melihat juga beberapa survei lain, termasuk realitas yang ada. Yang menyebutkan, reputasi penegak hukum sedang tidak baik-baik saja.
Bahkan Kaprodi Magister Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Brawijaya, Maulina Pia Wulandari menyebutkan, saat ini muncul hastag No Viral No Justice. Yang menjadi indikator, reputasi penegak hukum sedang tidak baik baik saja.
“Sebagian masyarakat beranggapan, kalau sebuah kasus tidak akan ditangani kalau tidak viral dulu.”
“Bahkan sampai adanya influencer atau konten kreator, yang concern dengan keadilan masyarakat. Padahal seharusnya yang hadir itu para penegak hukum,” katanya saat menjadi narasumber talkshow di program Idjen Talk, yang disiarkan langsung Radio City Guide 911 FM, Selasa (18/2/2025).
Belum lagi, tambahnya, adanya isu soal RUU KUHP dan UU Kejaksaan, yang memangkas kewenangan polisi dalam penyidikan. Tentu jadi pertanyaan sebenarnya ada apa dibalik semua ini.
Kondisi tersebut masih ditambah dengan bermunculan influencer ataupun content creator, yang menjadi polisi, jaksa dan hakim partikelir.
“Kehadiran mereka justru lebih banyak diterima masyarakat, karena masyarakat merasa lebih terbantu,” tegasnya.
Untuk saat ini, lanjut Pia, mereka mungkin mengatasnamakan keadilan masyarakat. Tapi untuk ke depan tidak ada yang tahu, ada apa di balik goals mereka. Sehingga kehadiran para penegak hukum secara utuh saat ini diperlukan.
“Sekarang di akun-akun kepolisian, lebih banyak up soal kegiatan seremonial, bukan soal perkembangan suatu kasus.”
“Padahal jika memang tidak ada sesuatu, tidak ada salahnya di up. Sehingga masyarakat bisa paham sampai mana penanganan kasus,” tandas Pia.
Sementara itu, Pengamat Kepolisian Institute for Security and Strategic Studies, Bambang Rukminto menyampaikan, saat ini kepolisian ada beberapa yang bukan sebagai tupoksinya malah dijalankan.
Padahal akan lebih baik lagi, kata Rukminto, ketika polisi fokus pada tugasnya. Yaitu melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat.
“Saat ini ada keluhan internal, soal rasio anggota kepolisian dan masyarakat dinilai masih jauh ketimpangannya.”
“Tapi realitanya, masih banyak anggota yang justru melakukan tugas diluar tupoksi. Tentu ini bertolak belakang,” sebut Bambang Rukminto.
Salah satu yang dicontohkan Rukminto, soal giat ASTA CITA yang membuat satu juta lahan jagung untuk ketahanan pangan. Ini sebenarnya bukan jadi tupoksi kepolisian.
Sedangkan untuk bisa membawa reputasi para penegak hukum, seperti kepolisian salah satunya, sebenarnya bisa saja dilakukan. Kuncinya hanyalah transparansi.
“Saat ini kesan yang diterima masyarakat, polisi kurang transparan. Utamanya dalam kasus kasus besar. Apalagi yang melibatkan para elit.”
“Lain lagi jika memang yang terlibat masyarakat menengah ke bawah, begitu cepat sekali prosesnya,” sebutnya.
Bambang menambahkan, jika ketidakpercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum dibiarkan terus, maka bisa berdampak banyak hal. Salah satunya aksi-aksi anarkisme sosial. (Wulan Indriyani/Ra Indrata)