![](https://malang-post.com/wp-content/uploads/2025/02/WhatsApp-Image-2025-02-14-at-08.31.40_b5349fd3-1024x548.jpg)
MALANG POST – Meski bertujuan untuk mempercepat proses perizinan usaha bagi masyarakat. Tetapi implementasi online single submission (OSS), juga membuka peluang tempat hiburan berkedok restoran.
Penegasan itu disampaikan Kepala Disnaker PMPTSP Kota Malang, Arif Tri Sastyawan, ketika menjadi narasumber talkshow di program Idjen Talk. Yang disiarkan langsung Radio City Guide 911 FM, Jumat (4/12/2025).
Kata Arif, dengan adanya OSS, badan usaha bisa langsung mengurus perizinannya tanpa melalui Disnaker. Meskipun dari Disnaker, juga tetap bisa membantu dalam prosesnya.
“Namun data yang diinput bersifat rahasia dan hanya pihak yang mengajukan yang mengetahui,” kata Arif.
Fakta itulah, sebutnya, OSS berpotensi memberi keleluasaan bagi pelaku usaha tempat hiburan berkedok restoran, yang perizinan dan bentuk pengawasan juga berbeda. Karena klub malam masuk dalam kategori tempat usaha berisiko tinggi dan wajib punya sertifikat standar.
Karena itulah, Arif menegaskan, perlu aturan yang tegas di tingkat daerah, untuk menertibkan pemanfaatan Nomor Induk Berusaha (NIB), yang tidak sesuai dengan izin yang dikeluarkan.
“Agar persoalan semacam itu tidak terus berlanjut, penting juga memisahkan lokasi usaha restoran dan tempat hiburan. Supaya ada pembagian ruangan yang jelas sesuai dengan standar yang berlaku,” jelasnya.
Saat ini di lapangan, kata Arif, sebagian besar tempat hiburan malam belum memiliki sertifikat standar. Kondisi itu menjadi PR bagi OPD teknis untuk mengatasi.
“Nantinya juga akan diberi imbauan berupa tanda 21+, yang harus dipasang di tempat yang menjual minuman beralkohol,” tegasnya.
Anggota Komisi B DPRD Kota Malang, Muhammad Dwicky Salsabil Fauza menyampaikan, banyaknya tempat hiburan berkedok restoran, sangat berdampak dalam hal pajak dan PAD. Karena hanya punya satu izin. Padahal ketentuan pajak yang dibayarkan dari dua tempat itu berbeda.
“Pemantauan juga terus dilakukan, termasuk dari sosial media. Sampai ditemukan tempat yang seharusnya hanya berfungsi sebagai restoran, ternyata juga berfungsi sebagai tempat hiburan atau klub malam,” katanya.
Dari catatan Komisi B, sebut Dwicky, belakangan ini mulai muncul tempat hiburan malam yang tidak berizin. Bahkan ada yang berada di dekat sekolah TK, yang tentunya menimbulkan kekhawatiran banyak pihak.
Sementara itu, Guru Besar Sosiologi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Vina Salviana Darvina menilai, ada korelasi antara hiburan malam dan konsumsi alkohol, yang sudah menjadi bagian dari budaya lokal sejak zaman dulu.
Namun Vina juga menekankan, pentingnya kesadaran akan dampak sosial dari kebiasaan itu, terutama bagi generasi muda.
“Dengan informasi yang semakin masif di media sosial, anak-anak bisa saja mengetahui tempat hiburan malam terdekat di sekitar mereka,” sebutnya.
Hal ini menjadi tantangan besar, sehingga tanggung jawab sosial harus dijalankan bersama untuk mengatasi masalah itu. Agar dampak negatifnya bisa diminimalkan. (Faricha Umami/Ra Indrata)