
MALANG POST – Hydrogen nanobubble, adalah sebuah inovasi yang muncul dari kondisi pandemi Covid-19.
Hydrogen itu berupa gas yang berubah menjadi gelembung ketika di dalam air. Sedangkan nano sendiri menunjukkan ukuran gelembung yang kecil 80 sampai 100 nanometer
Pada dasarnya, prinsip kerja hydrogen nanobubble ini, untuk deliver hidrogen dan oksigen ke sistem tubuh tanpa melalui darah merah (hemoglobin), untuk bisa sampai ke sel sel.
Hal itu disampaikan Guru Besar Bidang Biologi Sel dan Nano Biologi UB, Prof Sutiman Bambang Sumitro, ketika menjadi narasumber talkshow di program Idjen Talk. Yang disiarkan langsung Radio City Guide 911 FM, Rabu (22/1/2025).
“Oksigen itu ibarat api sebagai bahan bakar. Sedangkan hydrogen itu sebagai kontrol besaran api. Jadi ketika pasien kesulitan mendapatkan oksigen dari tabung oksigen yang ada, sehingga diadakan hydrogen nanobubble ini,” katanya.
Prof Sutiman menambahkan, uji klinis sudah dilakukan dan saat ini sudah masuk tahap ketiga.
Penelitian yang dilakukan, imbuhnya, mulai dari in silico (penelitian menggunakan komputer), kajian experimental melalui hewan, sampai trial pada manusia dengan jumlah terbatas.
Sementara itu, Ketua Tim Peneliti Hidrogen Nanobubble, dr. Siti Nurlaela menambahkan,
sampai saat ini memang masih terus dilakukan uji klinis, khususnya untuk beberapa penyakit neurodegeneratif atau kelainan saraf.
Penyakit ini biasanya ditandai dengan sering gemetar, terjadi kekakuan (senyum kaku dan jalannya kaku) bahkan gampang jatuh.
“Kondisi ini akibat adanya kerusakan sel-sel syaraf otak karena beberapa faktor. Seperti usia, cedera dan lainnya,” sebut dr. Siti.
Dari hasil evaluasi yang didapatkan, tambahnya, pasien parkinson yang awalnya sulit duduk dan berdiri sendiri hasilnya membaik. Begitupun hasil derajat parkinson-nya.
“Jadi beberapa penilaian yang dilakukan terhadap pasien, seperti derajat parkinsonnya, fungsi kognitifnya dan kualitas hidup pasien,” tandasnya.
Disebutkan juga, untuk beberapa pasien yang sudah selesai terapi terus dipantau. Hasilnya menunjukkan baik, jadi tidak ada ketergantungan.
Catatan untuk para pasien yang sudah membaik, dengan tetap menjaga kualitas hidupnya, dengan cara menyeimbangkan nutrisi dan olahraga rutin.
“Sejauh ini juga tidak ada laporan efek samping luar biasa setelah pasien melakukan terapi ini. Hanya ada seseorang yang ketika saat terapi radikal bebasnya tinggi, sehingga merasakan demam ringan. Setelah tubuh beradaptasi tubuh kembali normal,” imbuhnya.
Ketua RAHO Club, Kan Eddy menambahkan, dirinya merasa jauh lebih berenergi dan lebih muda, setelah mengikuti terapi ini.
Menurut Eddy, kondisi orang-orang yang stroke itu akibat deliver oksigen ke otak yang terhambat akibat jalannya menyempit. Sehingga dengan terapi ini, oksigen dengan ukuran nano bisa masuk ke sel sel di tubuh.
“Riset ini sangat luar biasa. Hampir tidak ada efek samping. Bahkan sudah ada 16 ribuan orang yang merasakan manfaatnya,” tandasnya. (Wulan Indriyani/Ra Indrata)