
MALANG POST – Pemeriksaan pengelola warung kopi Cetol Gondanglegi berujung penetapan tersangka. Senin (20/1) jelang sore, Polres Malang menggelar rilis dan menunjukkan 6 tersangka.
Dari pendalaman penyidikan Unit Perlindungan Perempuan dan Anak UPPA Sat Reskrim Polres Malang, beberapa pengelola mengetahui adanya tindak pelecehan seksual terhadap pekerjanya atau korban.
Wakapolres Malang, Kompol Bayu Halim Nugroho, kepada wartawan menjelaskan hasil penyidikan. Hasil ini diawali dari operasi Gabungan bersama stakeholder, 4 Januari silam di pasar Gondanglegi terkait warung kopi cetol yang meresahkan masyarakat.
“Hasilnya ada 6 LP. Terkait tentang TPPO. Ada 7 anak korban, kisaran usia rentan 14-17 tahun. Ada 6 tersangka. Pemilik warung kopi cetol ini melanggar UU TPPO dan UPPA, ” papar Bayu HB seraya memperkenalkan diri dalam rilis perdananya.
Tersangka SF (41) warga Brongkal Pagelaran, tersangka RS alias Mama Reni (53) warga Gondanglegi Wetan, tersangka LY alias Mami Luluk (20) warga Klepu Sumbermanjing Wetan, tersangka IW (54) warga Sidorejo Pagelaran, tersangka SH (54) warga Banjarejo Pagelaran dan tersangka PB (38) warga Pagelaran.
Para tersangka merupakan pemilik dan atau pengelola warung kopi cetol. Adapun barang bukti berupa 7 stel pakaian milik korban saat melayani pelanggan warung kopi, 6 lembar akta kelahiran dan 1 lembar surat keterangan korban RL.
Jeratannya berupa, Pasal 2 Undang-Undang (UU) Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Ancaman hukumannya maksimal 15 tahun.
Selain itu, para tersangka, melanggar Pasal 88 Undang-Undang (UU) Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, terutama soal eksploitasi anak. Ancaman hukumannya maksimal 10 tahun kurungan penjara.
Bayu kemudian menanyai salah satu tersangka pengelola. Tersangka ini dianggap paling lama mengelola warkop cetol. Tersangka mengaku mau menerima kerja korban karena diminta paksa.
“Mulai kerja jam 9-3. Ada kerjaan lagi. Isya – 23.30 WIB. Sebenarnya enggak (tidak sengaja pekerjakan). Saya ambil (terima kerja) biasanya diatas 20 (tahun) tapi mereka memaksa (minta kerja). Mereka (korban) tinggal di rumah saya, ” aku tersangka.
“Kami berharap, mengimbau kepada masyarakat sekitar, agar proaktif terhadap lingkungan. Perlu dan penting adanya kontrol sosial sehingga fenomena seperti warung cetol bisa diminimalisir, ” urai Bayu HM.
Terkait fenomena ini, hal sama disampaikan pihak Dinas Sosial Kabupaten Malang. “Fenomena yang terlihatnya biasa, perlu kontrol sosial, tidak mengaku ke orangtua, kerja. Orangtua baiknya ikut mengawasi aktifitas putrinya, ” ungkap Faroha dan Mavi, selaku pekerja sosial Dinsos. (Santoso FN)