MALANG POST – Sakit kepala akibat tegang atau tension headache (THA) merupakan salah satu gangguan kesehatan paling umum di dunia.
Meski sering dianggap ringan, kondisi ini dapat sangat mengganggu kualitas hidup, menurunkan produktivitas, dan memengaruhi kesejahteraan.
Rasa sakit biasanya terasa seperti tekanan atau sensasi ikatan di sekitar kepala, yang dapat mengganggu aktivitas sehari-hari.
THA adalah sakit kepala yang biasanya terjadi di kedua sisi kepala dengan sensasi tekanan ringan hingga sedang.
Berbeda dengan migrain, THA tidak memburuk akibat aktivitas fisik. Berdasarkan frekuensinya, THA dibagi menjadi dua kategori:
Episodik: Terjadi kurang dari 15 hari per bulan. Kronis: Terjadi lebih dari 15 hari per bulan selama lebih dari tiga bulan.
Stres, ketegangan otot, dan postur tubuh yang buruk menjadi penyebab utama THA. Sebagai contoh, pekerja kantoran yang duduk lama tanpa istirahat atau mahasiswa yang menghadapi tekanan akademik rentan mengalami kondisi ini.
Dr. Aulia Ramadhani, seorang ahli saraf, menjelaskan, “Ketika seseorang stres, otot-otot di leher, bahu, dan kepala sering mengalami kontraksi, menyebabkan rasa sakit yang berkepanjangan.”
Penelitian menunjukkan bahwa THA melibatkan sensitivitas berlebih pada otot kepala dan leher, serta gangguan sistem saraf pusat.
Otot-otot yang tegang mengirimkan sinyal nyeri berlebihan ke otak. Sehingga rasa sakit tetap terasa meski kondisi sebenarnya tidak terlalu parah.
THA didiagnosis melalui riwayat medis dan pemeriksaan fisik untuk memastikan tidak ada kondisi medis lain yang mendasari. Seperti migrain atau cluster headache.
Untuk mengatasinya, pendekatan komprehensif diperlukan:
- Teknik Relaksasi: Meditasi, yoga, dan pernapasan dalam dapat membantu mengurangi stres.
- Terapi Kognitif-Behavioral (CBT): Membantu mengelola pola pikir negatif.
- Perubahan Gaya Hidup: Postur tubuh yang baik, istirahat cukup, dan olahraga teratur.
- Obat Penghilang Nyeri: Parasetamol atau ibuprofen untuk meredakan gejala akut.
THA kronis dapat menurunkan produktivitas dan memicu stres tambahan. Banyak penderita merasa frustrasi karena rasa sakit yang terus-menerus. Oleh karena itu, manajemen yang tepat sangat penting.
“Dengan pendekatan yang holistik, penderita dapat kembali menjalani hidup yang lebih produktif,” ungkap Dr. Aulia.
Mengatasi THA mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) poin ketiga, yaitu kesehatan yang baik dan kesejahteraan.
Edukasi tentang pencegahan dan pengelolaan THA dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat secara menyeluruh. Sakit kepala akibat tegang bukanlah masalah sepele.
Dengan pemahaman yang tepat tentang faktor pemicu, mekanisme, dan pengobatan, penderita dapat mengelola kondisi ini secara efektif.
Mengadopsi gaya hidup sehat dan teknik relaksasi adalah langkah awal menuju hidup yang lebih nyaman. (Penulis: Dr Farid Eka Wahyu Endarto, dokter di Universitas Negeri Malang)