MALANG POST – Profesor dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Brawijaya Prof. Drs. Sutiman Bambang Sumitro, SU., D.Sc., mendorong kolaborasi dunia pendidikan dan industri.
Hal ini disebabkan karena tingginya pengangguran dari lulusan perguruan tinggi, dan masih banyaknya industri di Indonesia yang bergantung pada lisensi luar negeri. Demikian dikatakan Prof. Sutiman ahir pekan ini
Prof Sutiman mengatakan hasil penelitian yang dihasilkan oleh perguruan tinggi ternyata belum banyak berdampak langsung kepada masyarakat.
Menurutnya, Indonesia masih belum menjadi negara industri mandiri dan lebih sering berperan sebagai pasar bagi negara lain.
“Seharusnya universitas seperti Brawijaya dapat menjadi pusat riset yang berfokus pada penyelesaian masalah masyarakat. Namun, banyak penelitian yang tidak sampai ke tangan masyarakat,” ungkapnya.
Prof. Sutiman juga menyoroti bahwa meskipun ada program dari DIKTI untuk menjembatani hasil penelitian dengan industri dan masyarakat, implementasinya masih terkendala.
Salah satu masalah utama, lanjutnya, adalah tingginya tingkat pengangguran di kalangan lulusan perguruan tinggi.
“Kita baru mulai menjadi negara industri. Saat ini, Indonesia lebih banyak menjadi pasar bagi dunia, bukan sebagai penghasil industri,” jelasnya.
Prof. Sutiman mengemukakan pentingnya kolaborasi antara dunia pendidikan dan industri. Namun, dia mencatat bahwa banyak industri di Indonesia yang masih bergantung pada lisensi luar negeri. Sehingga belum dapat menciptakan iklim kerja sama yang optimal.
“Untuk itu, perguruan tinggi harus fokus pada penelitian yang menyelesaikan masalah di industri. Kuncinya adalah sinergi yang lebih baik,” tambahnya.
Sebagai langkah solusi, Prof. Sutiman mengembangkan konsep community-based research atau penelitian berbasis komunitas.
“Melalui lembaga yang saya dirikan, Institut Molekul Indonesia, saya bekerja sama dengan klub Reverse Aging and Homeostasis untuk mengembangkan teknologi yang dapat meningkatkan kualitas hidup melalui inovasi nano bubbles,” paparnya.
Klub ini fokus pada peningkatan kualitas hidup individu dengan teknologi yang dapat memperbaiki kondisi tubuh yang menua atau menghadapi penyakit degeneratif.
Saat ini, lebih dari 15.000 anggota telah bergabung dan berkomitmen untuk menerapkan teknik nano bubbles untuk meningkatkan kesehatan mereka.
“Saya berharap teknologi ini bisa memberikan dampak positif dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat,” katanya.(M Abd Rachman Rozzi-Januar Triwahyudi)