MALANG POST – Insiden jalan ambles yang terjadi di Kabupaten Malang menjadi perhatian publik. Guru Besar Ilmu Geofisika Kebencanaan dari Universitas Brawijaya (UB) Malang, Prof. Drs. Adi Susilo, M.Si., Ph.D., memberikan penjelasan mendalam terkait fenomena ini dari sisi geologis.
Menurut Prof. Adi, terdapat perbedaan mendasar antara longsor, amblesan dan rekahan.
“Longsor terjadi karena adanya bidang gelincir yang licin akibat beban berat dari tanah jenuh air dan kemiringan topografi. Ketika ikatan antar partikel tanah melemah, material akan bergerak turun,” jelasnya.
Ilmuwan Geofisika UB ini menambahkan, longsor biasanya terjadi di daerah dengan lapisan batuan miring dan jenuh air. Contohnya seperti longsor translasi atau gravitasi.
Sebaliknya, amblesan disebabkan oleh adanya rongga di bawah permukaan tanah. Prof. Adi menyebutkan bahwa wilayah karst atau kapur, yang memiliki sungai bawah tanah, sangat rentan terhadap amblesan.
“Ketika rongga-rongga di bawah tanah melemah akibat aliran air, tanah di atasnya yang sudah padat dan jenuh air tidak dapat lagi ditopang, sehingga terjadilah amblesan,” papar dosen fakultas MIPA ini, Selasa (17/12/2024).
Selain itu, rekahan tanah juga menjadi ancaman di daerah dengan struktur geologi yang lemah. Rekahan sering terjadi akibat beban berat yang tidak seimbang, terutama jika lapisan batuan di bawahnya memiliki aliran sungai bawah tanah yang besar.
Untuk mencegah insiden serupa, Prof. Adi menekankan pentingnya kajian geofisika sebelum pembangunan infrastruktur di daerah rawan. Pemerintah perlu memastikan analisis komprehensif terkait kemiringan, tingkat kejenuhan air, dan kondisi geologi wilayah.
“Kajian ini akan menentukan apakah pembangunan layak dilakukan atau perlu ada penyesuaian rute,” tegas pria yang menempuh studi S3 di James Cook University, Australia jurusan Geofisika atau Geologi ini.
Prof. Adi juga mengungkapkan keprihatinannya terhadap dampak kerusakan infrastruktur terhadap aktivitas masyarakat. Ia berharap pemerintah dapat segera mengambil langkah antisipatif untuk meminimalkan risiko bencana serupa di masa depan.
Jalan ambles di Kabupaten Malang diduga kuat terjadi karena kombinasi faktor geologi, seperti lapisan batuan karst yang lemah, jenuh air, dan tekanan beban berat dari permukaan.
Fenomena ini menunjukkan betapa pentingnya memahami karakteristik tanah dan batuan sebelum membangun infrastruktur.
Prof. Adi menyarankan peningkatan pengawasan terhadap daerah rawan bencana, terutama di wilayah yang memiliki potensi amblesan dan longsor.
“Melibatkan ahli geologi dan geofisika dalam perencanaan infrastruktur adalah langkah yang tak terelakkan,” tutupnya. (M Abd Rachman Rozzi-Januar Triwahyudi)