MALANG POST – Sekitar 320 guru SD dan SMP di wilayah Kota Pasuruan, dilatih untuk cinta, bangga dan paham rupiah. Agar guru penggerak pendidikan tingkat SD dan SMP itu, bisa menularkan pengetahuannya kepada murid dan lingkungan sekitar.
Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Malang, yang menyelenggarakan Training of Trainers (ToT) Cinta, Bangga, Paham (CBP) Rupiah dan Digitalisasi Sistem Pembayaran kepada guru-guru tersebut. Berlangsung Selasa (3/12/2024) kemarin di Hotel Ascent Premiere Pasuruan.
Deputi Kepala KPw BI Malang, Dedy Prasetyo menyebut, setelah mengikuti ToT ini, para guru diharapkan di sekolah bisa mengajarkan kepada siswa-siswanya. Kemudian di lingkungannya juga bisa menyampaikan pesan-pesan edukasi yang mereka dapatkan.
“Kepada peserta kegiatan ToT, yang merupakan guru SD dan SMP di wilayah Kota Pasuruan, nantinya mendapatkan pengetahuan tentang uang Rupiah. Intinya adalah terkait pemahaman cinta, bangga dan paham Rupiah.”
“Harapannya nanti bisa mengetahui bagaimana uang Rupiah yang asli, cara merawat uang Rupiah agar awet, agar masa edarnya yang lebih lama,” sebut Dedy Prasetyo, saat membuka ToT.
Dalam kesempatan tersebut, Dedy menyampaikan secara berkala, Bank Indonesia terus memberikan edukasi terkait sistem pembayaran yang berlaku di Indonesia. Yakni sistem pembayaran tunai dan non tunai.
RESMI: Deputi Kepala KPw BI Malang, Dedy Prasetyo, ketika membuka ToT Cinta, Bangga, Paham Rupiah dan Digitalisasi Sistem Pembayaran untuk guru SD dan SMP. (Foto: Ra Indrata/Malang Post)
Pemahaman tentang sistem pembayaran itulah, tegas Dedy, yang juga menjadi maksud digelarnya ToT tersebut. Agar para guru mendapatkan pengetahuan tentang sistem pembayaran. Karena saat ini sistem pembayaran non tunai, sudah banyak sekali bentuk dan opsinya.
Hal itu terkait dengan mandat yang diberikan negara kepada Bank Indonesia, untuk menjalankan tugas menjaga dan memastikan ketersediaan uang rupiah. Dalam jumlah yang cukup, dalam kondisi yang layak edar.
“Supaya kegiatan perekonomian berjalan lancar. Masih banyak penjual yang mau dibayar pakai uang tunai, lantaran mereka belum mempunyai opsi pembayaran non tunai,” tandasnya.
Untuk pembayaran non tunai, Bank Indonesia mengembangkan beberapa opsi. Diantaranya dengan transfer dan mobile banking seperti BI Fast, yang berbiaya cukup murah. Hanya Rp2.500 biaya transfer antar rekening antar bank.
Selain itu, masih jelas Dedy, sejak 2019 lalu, Bank Indonesia memperkenalkan QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard). Yang saat ini semakin luas penggunaannya di masyarakat.
“Bahkan angkanya terus tumbuh hingga double digit. Yang menunjukkan QRIS ini mendapatkan respon yang sangat positif di masyarakat. Karena mereka merasakan sangat terbantu dengan adanya QRIS,” jelasnya.
Faktor lain yang membuat pembayaran dengan QRIS terus diminati, ujar Dedy, karena penggunaannya yang sangat mudah. Transaksinya juga lebih cepat dan murah. Sebagai bentuk kemudahan kepada masyarakat.
“Untuk pembayaran di bawah seratus ribu, merchant QRIS tidak ada pengenaan biaya bagi penjual.”
“Sebenarnya pengenaan biaya tambahan untuk transaksi QRIS, dibebankan kepada merchant. Bukan pada pembeli. Karena yang diuntungkan adalah penjual. Mereka tidak perlu menyediakan uang kembalian, terhindar dari uang palsu dan lainnya,” imbuh Dedy.
Khusus untuk peredaran uang palsu itu sendiri, diakuinya masih terus terjadi. Bahkan angkanya terus ada penambahan meski tidak terlalu signifikan.
Pada November 2024 kemarin, yang dilaporkan ke kepolisian di Desember, ditemukan 681 lembar uang palsu. Mayoritas terdiri dari pecahan Rp50 ribu dan Rp100 ribu.
Sementara jika ditotal mulai Januari – November, ditemukan sekitar 3.719 lembar uang palsu. Ketika ‘dinominalkan’ angkanya sekitar Rp379 juta. Sedangkan untuk tahun 2023 lalu, total ditemukan sekitar 3.600-an lembar uang palsu. (Ra Indrata)