MALANG POST – Maestro lukis Kota Malang, Sadikin Pard telah berpulang selamanya. Ia meninggal dunia di RS Ciptomangunkusumo Jakarta, Senin (2/12/2024) pukul 17.45 karena serangan jantung.
Selasa (3/12/2024) pagi jenazah Sadikin Pard diterbangkan ke Malang untuk dimakamkan di TPU Sawojajar. Kabar duka ini sangat mengagetkan para kerabat almarhum.
“Saya turut berduka atas wafatnya Cak Sadikin. Almarhum orang baik, suka membantu teman-teman,” kata General Affair Shalimar Boutique Hotel Agoes Basuki.
“Beberapa hari lalu saya sowan di warung almarhum. Kami bercanda dan bahas dunia seni dan pariwisata,” kenang Agoes Basuki.
Sebagai Ketua PHRI BPC Kota Malang, hubungan Agoes Basuki dan almarhum Sadikin Pard cukup kental. Beberapa lukisan almarhum terpajang di lobby hotel. Almarhum kerap terlibat event tahunan Tong-tong Night Market yang digelar Shalimar Boutique Hotel.
Almarhum Sadikin Pard juga kerap hadir pada kegiatan yang digelar Pemerintah Kota Malang. Hal ini dikenang oleh Agung H Buana, pemerhati seni budaya di Kota Malang.
“Selamat jalan pak Dikin, karyamu selalu ada di hatiku, karyamu akan selalu abadi dan jadi inspirasi buat kami,” tulis Agung H Buana di laman malangretro.com, Selasa (3/12/2024) pagi.
Ketua PHRI Kota Malang Agoes Basuki bersama alm. Sadikin Pard saat pembukaan warung sate Cak Dikin. (Foto: Istimewa)
Salah satu kesan mendalam Agung H Buana saat berjumpa almarhum Sadikin Pard di event seni budaya yang dilaksanakan di Alun-alun Merdeka Malang, pada 2017 silam.
Almarhum Sadikin Pard bersama seniman lainnya, saat itu melakukan art preformance di ruang publik. Sadikin Pard melukis masjid Jami’ Kota Malang secara langsung.
Hasil dari lukisan masjid Jami’ Kota Malang diserahkan kepada Agung Buana mewakili Pemerintah Kota Malang. “Lukisan masjid tersebut lengkap dengan tanda tangan yang dia goreskan dengan kaki kanannya,” kenang Agung.
Ya, Sadikin Pard seorang pelukis penyandang disabilitas. Almarhum Sadikin berada di Jakarta untuk mengikuti pameran lukisan memperingati Hari Disabilitas Internasional 2024 yang jatuh 3 Desember.
Pameran digelar di Taman Ismail Marzuki Jakarta diselenggarakan Kementerian Sosial RI. Pameran digelar selama tiga hari, dibuka oleh Mensos Saifullah Yusuf.
Menteri Sosial Saifullah Yusuf menyampaikan duka mendalam. “Saya beberapa kali bertemu dengan almarhum, termasuk di pameran kemarin, semangatnya memang luar biasa. Dia orang istimewa,” kata Gus Ipul.
Kehadiran almarhum Sadikin didunia lukis setidaknya menjadi motivasi bagi teman-teman penyandang disabilitas lainnya untuk selalu percaya diri dalam berkarya.
Kiprah di dunia lukis membuahkan hasil dimana almarhum Sadikin mampu membangun rumah tiga lantai di Selat Sunda Sawojajar Kota Malang.
Rumah berlantai tiga itu pun sekaligus dijadikan galeri yang diberi nama Sadikin Pard Gallery. Lantai paling bawah dipergunakan untuk tempat tinggal keluarga. Lantai dua dan lantai tiga digunakan untuk memajang karya-karya lukisnya.
Pria kelahiran 29 Oktober 1966 ini, wafat meninggalkan seorang istri dan dua orang anak. Sadikin Pard meskipun terlahir tidak sempurna, tidak memiliki kedua tangan namun ia bisa membahagiakan keluarga sampai akhir hayat.
“Kekurangan yang ada itu justru membuat Sadikin bersemangat dalam hidup dengan terus berkarya. Dia memang difabel, tapi different abilit, atau memiliki kemampuan yang berbeda. Dia melukis dengan kakinya. Akhirnya Sadikin yang kecil menjadi Sadikin besar,” kesan M Anies, budayawan dan pemerhati lukisan di Surabaya.
Dikutip dari ngopibareng.id.
Sadikin tercatat sebagai anggota organisasi internasional yang berpusat di Swiss, yaitu AMFPA (Association of Mouth and Foot Painting Artists). Organisasi ini didirikan Arnulf Erich Stegmann tahun 1957.
Sesuai namanya, semua anggota organisasi ini adalah pelukis yang melukis dengan kaki atau mulut. Itu berarti semua anggota AMFPA yang total berjumlah 820 orang di 76 negara ini adalah difabel.
Sadikin adalah salah seorang anggota AMFPA. Di Indonesia hanya ada lima orang anggotanya, selain Sadikin adalah Agus Yusuf (Madiun), Sabar Subardi (Salatiga), Mohamad Asrul (Bali) dan Patricia dari Bandung. Karya-karya mereka ini disebarluaskan ke seluruh penjuru dunia oleh AMFPA dalam bentuk postcard, dan lumayan juga royaltinya.
Selamat jalan Cak Dikin yang baik hati. (*/wan)