MALANG POST – Penggunaan traksaksi digital dengan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS), meningkat cukup tajam di wilayah kerja (wilker) Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Malang.
Sepanjang Oktober 2024 kemarin, volume transaksinya mencapai 9.282.443 kali. Dari jumlah tersebut, yang disumbangkan sektor UMKM mencapai 7,7 juta kali.
Jika dihitung berdasarkan nominal transaksi, tembus pada angka Rp740,2 miliar untuk tujuh kota/kabupaten yang berada di wiker KPwBI Malang. Dari angka tersebut, sektor UMKM menyumbang Rp568,2 miliar.
Jika diakumulasikan mulai Januari – Oktober 2024, untuk wilker KPwBI Malang, volume transaksinya mencapai 64,9 juta kali, dengan nominal transaksi hingga Rp5,9 triliun.
“Di sisi yang lain, Kota Malang dan Kota Batu merupakan destinasi wisata. Sehingga turut berkontribusi terhadap peningkatan maupun volume transaksi.”
“Catatan kami pada Oktober 2024, volume transaksi pembayaran menggunakan QRIS di wilayah Kota Batu dan Kota Malang, berjumlah 5,1 juta transaksi dengan nilai transaksi rata-rata sebesar Rp452 miliar/bulan,” ujar Dedy Prasetyo, Deputi KPwBI Malang, Sabtu (23/11/2024).
PEMBUKAAN: Deputi KPwBI Malang, Dedy Prasetyo, saat membuka TOT Cinta Bangga Paham Rupiah di Kota Batu. (Foto: Ra Indrata/Malang Post)
Hal itu disampaikan Dedy, ketika membuka Training of Trainers (ToT) Cinta Bangga Paham (CBP) Rupiah dan Digitalisasi Sistem Pembayaran kepada Cash Handlers Perbarindo dan Koperasi di Kota Malang dan Kota Batu.
Tingginya volume transaksi tersebut, jelas Dedy, karena tingkat literasi digital masyarakat di Kota Malang dan Kota Batu, relatif lebih baik dibandingkan kota lainnya, yang berada di wilker KPwBI Malang. Meliputi Malang Raya ditambah Kota dan Kabupaten Pasuruan, serta Kota dan Kabupaten Probolinggo.
“Dengan masyarakat yang memiliki literasi digital lebih maju, tentunya berpengaruh terhadap volume transaksi.”
“Lalu ditambah banyak pendatang yang menggunakan QRIS, sebagai alat pembayaran digital. Karena wisatawan yang datang, sebagian besar memilih pembayaran menggunakan QRIS dibandingkan tunai,” tandasnya.
Kondisi itulah, sebut Dedy, perlu disikapi bersama oleh Perbarindo maupun Koperasi, untuk bersama-sama mulai beralih transaksinya secara digital.
Meski demikian, perkembangan transaksi digital itu tidak menghapuskan atau menghilangkan transaksi secara tunai. Bahkan angkanya terus bertambah setiap tahun. Yakni sekitar 20 persen.
“Transaksi tunai masih dibutuhkan di masyarakat. Sebelum semua transaksi itu, menyediakan opsi pembayaran digital. Seperti, tukang parkir belum semuanya menggunakan QRIS. Jadi dalam kondisi-kondisi tersebut, masih dibutuhkan uang tunai,” sebut Dedy.
Karena itulah, lanjutnya, Bank Indonesia masih punya kewajiban untuk menyediakan uang tunai dalam jumlah yang cukup dengan kualitas yang layak edar.
“Kaitannya dengan uang layak edar tersebut, diharapkan kalangan Perbarindo dan Koperasi, memiliki kesamaan pemahaman. Bahwa uang layak edar itu, tidak sama dengan uang baru. Karena uang baru itu, hanyalah salah satu dari jenis uang layak edar,” tandasnya.
Itulah sebabnya, dalam momen ToT tersebut, peserta yang mencapai 125 orang terdiri dari front officer, cash handlers, yang tergabung dalam Perbarindo dan Koperasi. Akan diberikan bekal pengetahuan tentang rupiah dan pembayaran non tunai digital.
Kelompok peserta tersebut dipilih, dengan pertimbangan mereka sangat berkaitan dengan aktivitas transaksi pembayaran.
Cash Handlers merupakan frontliners bagi perbankan dan koperasi dalam melayani masyakarat, sehingga memiliki posisi yang strategis untuk menyampaikannya kepada masyarakat luas.
“Dengan posisi tersebut, kami memandang perlu untuk memberikan bekal literasi yang cukup terkait ciri-ciri keaslian uang rupiah dan mengetahui tingkat kelusuhan uang.”
“Dengan demikian, para peserta dapat turut mengedukasi dan mengajak masyarakat untuk mengenali, menjaga dan merawat uang rupiah yang dirangkum dalam tema Cinta Bangga Paham Rupiah,” sebut Dedy. (Ra Indrata)