MALANG POST – Memasuki musim penghujan, deteksi dini pencegahan banjir bandang dan luapan mulai dilakukan dinas terkait. Jika sebelumnya DPUPR telah melakukan normalisasi saluran air, kini giliran BPBD melakukan bersih-bersih sungai.
“Kami telah melakukan pemetaan, dimana ada empat aliran sungai di kawasan hutan yang berpotensi memicu terjadinya banjir bandang,” tutur Kepala BPBD Kota Batu, Agung Sedayu, Selasa (29/10/2024).
Dari empat aliran sungai di kawasan hutan tersebut, total ada 144 titik yang menjadi target pembersihan bersama pihak terkait. Di antaranya seperti relawan taman hutan raya, Perhutani, relawan bencana, linmas dan masyarakat setempat.
“Pembersihan telah dilakukan selama kurun waktu empat minggu. Pembersihan tuntas diawal musim penghujan,” katanya.
Dari pembersihan itu, titik-titik rawan memicu terjadinya banjir telah dibersihkan. Untuk menyukseskan hal tersebut, pihaknya juga sudah mengalokasikan anggaran susur sungai sebesar Rp30 juta.
SIKAT HABIS: Tim BPBD Kota Batu bersama petugas gabungan saat menyikat habis material pohon sisa kebakaran hutan yang menyumbat aliran air sungai kawasan hutan. (Foto: Ananto Wibowo)
Anggaran tersebut digunakan untuk mem back-up proses pembersihan sungai. Seperti untuk makan dan minum petugas, peralatan pembersihan hingga vitamin para personel. Selain itu juga dialokasikan untuk ahli pemotongan kayu.
Menurut Agung, pembersihan di aliran sungai kawasan hutan itu sangat perlu dilakukan. Guna mengantisipasi peristiwa banjir bandang yang pernah terjadi tahun 2021 silam terulang kembali.
“Potensi tertinggi banjir bandang ada di wilayah Kecamatan Bumiaji. Penyebabnya adalah kebakaran hutan yang pernah melanda pada Tahun 2019 lalu. Dimana banyak pohon tumbang menyebabkan aliran sungai terhambat dan membuat bendungan alam kemudian jebol seperti tahun 2021 lalu dan aliran air menerjang rumah warga,” papar dia.
Karena itu, proses pembersihan aliran sungai difokuskan di dalam hutan. Meliputi pembersihan pohon-pohon tumbang sisa kebakaran hutan maupun pembersihan sampah.
“Untuk pembersihan material kayu atau bambu kami lakukan pemotongan sekira 30 centimeter – 50 centimeter,” imbuhnya.
Setelah dipotong pendek-pendek, kayu dan bambu langsung dipotong dan dibakar bersama sampah hutan hingga benar-benar habis dan api padam.
Sementara itu, setiap kali melakukan pembersihan pihaknya menerjunkan sekitar 30 orang personel. Dimana pembersihan satu sungai paling tidak memerlukan waktu sekitar satu minggu dengan cakupan sekitar 20 titik pembersihan setiap harinya.
“Proses pembersihan setiap titik memakan waktu 30 menit hingga 1 jam, tergantung kesulitan medannya,” jelas Agung.
Dalam proses pembersihan ini, pihaknya selalu melibatkan pemantauan Perhutani. Hal itu bertujuan agar proses pembersihan sesuai dengan regulasi dan tidak merusak hutan.
Disisi lain, dia juga menjelaskan soal banjir luapan yang kerap kali melanda Kota Batu. Dimana banjir luapan yang sering terjadi di sejumlah titik Kota Batu bersifat sementara.
“Banjir luapan ini sifatnya hanya sementara. Ketika hujan reda, air langsung surut,” ungkap Agung.
Selain banjir bandang dan luapan, bahaya bencana alam tanah longsor juga mengintai saat musim penghujan tiba. Sepanjang tahun 2034 tercatat ada 35 kejadian tanah longsor, paling banyak terjadi di Kecamatan Bumiaji dan Batu.
“Kawasan Bumiaji, paling sering terjadi di Desa Sumberbrantas, Bulukerto, Gunungsari, Tulungrejo, Punten dan Giripurno. Sedangkan di Kecamatan Batu yang cukup rawan di kawasan Klemuk dan Payung, Kelurahan Songgokerto,” tutupnya. (Ananto Wibowo).